Tuduhan ini kini tengah diarahkan ke Dewan Pers akibat gencarnya langkah Dewan pers untuk mendorong verifikasi setiap perusahaan pers”. Tuduhan ini bisa diduga mun- cul dari dua kelompok besar. Yang pertama adalah kelompok media dan wartawan abal-abal yang sejak semula menolak kebijakan verifikasi perusahaan pers karena mereka tahu bahwa mereka tak akan pernah lolos verifikasi. Kedua muncul dari kelompok wartawan yang menafsirkan ketentuan Pasal 15 Ayat 2 (e) UU 40/1999 terkait fungsi pers secara sempit yaitu Dewan Pers hanya berfungsi mendata perusahaan pers, bukan menverifikasi perusahaan pers. Kelompok yang tak mengerti fungsi Dewan Pers mengartikan definisi ”mendata” secara an sich tak lebih hanya sekadar mencatat saja. Padahal orang yang memahami dunia akademik dan riset tahu bahwa mendata itu meliputi pekerjaan yang luas. Mulai dari korespondensi antara pihak pendata dengan pihak yang akan didata atau sebaliknya, proses pencatatan dan pemeriksaan kelengkapan dokumen oleh pendata, penyusunan data base, dan proses validasi kebenaran data, dan verifikasi akhir. Proses validasi dan verifikasi merupakan bagian terpenting dari proses penyusunan data yang kerap disebut sebagai “pendataan”. Rupanya ada banyak pihak yang juga tak paham makna dari istilah validasi dan verifikasi. Validasi adalah sebuah metode pengujian kebenaran atau keabsahan dokumen, sedangkan verifikasi adalah sebuah proses konfirmasi melalui penyediaan bukti objektif bahwa semua persyaratan yang ditentukan telah terpenuhi. Proses ilmiah yang telah mendapat pengakuan secara luas ini kini telah diterapkan juga dalam proses standar sertifikasi ISO 9000 dan ISO/ IEC 17025. Verifikasi digunakan dalam beberapa keperluan misalnya dalam pro- ses pendaftaran atau pendataan. Saat akan mendaftar biasanya orang harus kita perlu menyediakan beberapa bukti obyektif seperti dokumen badan hukum perusahaan, bukti pencantuman nama penanggungjawab dan alamat redaksi, fotokopi bukti pendaftaran di Kementerian Hukum dan HAM, bukti pay roll pembayaran gaji wartawan termuda, foto ruangan dan gedung redaksi, sertfikat kompetensi wartawan dari pemimpin redaksi, bukti penerbitan atau penyiaran, dan lain-lain. Setelah bukti terlengkapi maka berkas pendaftaran tersebut diverifikasi apakah sudah sesuai atau tidak. Selain verifikasi juga bisa dilakukan dengan cara cross check keaslian dokumen-dokumen utama yang ada. Terutama terkait jenis usaha, apakah fokus pada jenis usaha pers dan dunia media atau badan hukum perusahaan pers dimaksud menjadi bagian dari
usaha perdagangan umum secara luas. Dewan Pers membagi proses verifikasi menjadi dua, yaitu verifikasi administrasi dan verifikasi faktual. Verifikasi administrasi yang dilakukan Dewan Pers hanya meliputi pencatatan dan pemeriksaan atas dokumen-dokumen yang telah ada atau sudah diterima Dewan Pers saja. Sedangkan verikasi aktual menunjukkan baha Dewan Pers telah memeriksa semua persyaratan. Misalnya terkait autentitas, orisinalitas, dan integritas obyek seperti apakah obyeknya masih utuh atau sudah diubah. Verifikasi faktual menunjukkan bahwa baik administrasi maupun fakta-faktanya telah memenuhi semua persyaratan yang dipersyaratkan undang-undang maupun peraturan Dewan Pers. Dengan demikian verifikasi faktual adalah upaya final Dewan Pers untuk membuktikan bahwa informasi yang terkait sebuah perusahaan pers sepenuhnya dapat dipercaya. Verifikasi media adalah bagian penting yang menjadi mandat Dewan Pers. Verifikasi adalah suatu proses pemeriksaan untuk menentukan data dan informasi yang disampaikan perusahaan pers ke Dewan Pers itu sudah benar dan sesuai atau tidak. Verifikasi adalah suatu proses pembuktian secara faktual. Selain tercantum dalam fungsi Dewan Pers untuk mendata perusahaan pers sebagai mana diamanatkan undang-undang (Pasal 15 butir g UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers), Dewan Pers juga mesti menindaklanjuti Piagam Palembang 2010 yang merupakan insisiatif masyarakat pers untuk menata dirinya. ***