Dawit sudah 15 tahun terakhir tak diketahui keberadaannya, termasuk apakah ia masih hidup atau sudah mati.
Dawit meraih penghargaan atas keberanian, komitmen, serta perjuangannya membela kebebasan berpendapat. Dia pernah ditangkap pada September 2001 saat terjadi kericuhan dan penyerangan terhadap media di Eritrea, sebuah negara di kawasan Afrika.
Pada upacara penghargaan “Guillermo Cano” kali ini, Direktur Jenderal UNESCO Irina Bogova memberikan penghargaan tersebut kepada Dawit Isaak melalui
putrinya, Betlehem Isaak. Sekadar informasi, UNESCO memberikan penghargaan semacam ini setiap tahun kepada perseorangan atau institusi yang berperan memajukan kemerdekaan pers.
Nama Guillermo Cano diambil dari nama jurnalis Kolombia, Guillermo Cano Isaza, yang dibunuh terkait pemberitaannya mengenai kartel narkoba. Guillermo ditembak di depan kantornya pada 17 Desember 1986. Sejak tahun 1997, UNESCO resmi menggunakan nama Guillermo sebagai salah satu penghargaan bagi pegiat bidang jurnalistik.
Dalam pidatonya, Irina mengatakan, sosok Dawit sebagai jurnalis memiliki keberanian dalam mewujudkan dan memajukan kemerdekaan pers di negaranya meski harus mengorbankan dirinya sendiri. “Penghargaan ini didedikasikan
kepada Dawit Isaak, seorang jurnalis yang berperan dalam memajukan kemerdekaan pers di negaranya,” ujar Irina seraya menambahkan “memperjuangkan kemerdekaan pers yang bersifat fundamental memang memerlukan determinasi dan keberanian.”
Semangat Dawit Setelah Eritrea merdeka secara de jure dari Etiopia pada 24 Mei 1993, Dawit mendirikan media massa independen pertama bernama Setit.
Dalam perjalanannya memperjuangkan kemerdekaan pers, Dawit dipenjara selama 16 tahun tanpa proses pengadilan sejak September 2001 bersama dengan 10 jurnalis independen lainnya. Sampai saat ini pun dia belum pernah diadili. Tidak ada yang mengetahui di mana Dawit dipenjara kini.
Betlehem Isaak mengatakan, semangat Dawit Isaak diharapkan dapat menyebar untuk membangun kebebasan, keadilan sosial dan perdamaian di Eritrea. “Sekarang hidupnya telah menjadi inspirasi saya dan saya mengerti pilihan, nilai dan aspirasinya. Saya paham perjuangan dan dedikasinya untuk keadilan sosial, perdamaian dan stabilitas yang lebih dibutuhkan sekarang”, pungkasnya sambil menahan jatuhnya air mata. (kompas.com/Sh.net)
Dawit sudah 15 tahun terakhir tak diketahui keberadaannya, termasuk apakah ia masih hidup atau sudah mati.
Dawit meraih penghargaan atas keberanian, komitmen, serta perjuangannya membela kebebasan berpendapat. Dia pernah ditangkap pada September 2001 saat terjadi kericuhan dan penyerangan terhadap media di Eritrea, sebuah negara di kawasan Afrika.
Pada upacara penghargaan “Guillermo Cano” kali ini, Direktur Jenderal UNESCO Irina Bogova memberikan penghargaan tersebut kepada Dawit Isaak melalui
putrinya, Betlehem Isaak. Sekadar informasi, UNESCO memberikan penghargaan semacam ini setiap tahun kepada perseorangan atau institusi yang berperan memajukan kemerdekaan pers.
Nama Guillermo Cano diambil dari nama jurnalis Kolombia, Guillermo Cano Isaza, yang dibunuh terkait pemberitaannya mengenai kartel narkoba. Guillermo ditembak di depan kantornya pada 17 Desember 1986. Sejak tahun 1997, UNESCO resmi menggunakan nama Guillermo sebagai salah satu penghargaan bagi pegiat bidang jurnalistik.
Dalam pidatonya, Irina mengatakan, sosok Dawit sebagai jurnalis memiliki keberanian dalam mewujudkan dan memajukan kemerdekaan pers di negaranya meski harus mengorbankan dirinya sendiri. “Penghargaan ini didedikasikan
kepada Dawit Isaak, seorang jurnalis yang berperan dalam memajukan kemerdekaan pers di negaranya,” ujar Irina seraya menambahkan “memperjuangkan kemerdekaan pers yang bersifat fundamental memang memerlukan determinasi dan keberanian.”
Semangat Dawit Setelah Eritrea merdeka secara de jure dari Etiopia pada 24 Mei 1993, Dawit mendirikan media massa independen pertama bernama Setit.
Dalam perjalanannya memperjuangkan kemerdekaan pers, Dawit dipenjara selama 16 tahun tanpa proses pengadilan sejak September 2001 bersama dengan 10 jurnalis independen lainnya. Sampai saat ini pun dia belum pernah diadili. Tidak ada yang mengetahui di mana Dawit dipenjara kini.
Betlehem Isaak mengatakan, semangat Dawit Isaak diharapkan dapat menyebar untuk membangun kebebasan, keadilan sosial dan perdamaian di Eritrea. “Sekarang hidupnya telah menjadi inspirasi saya dan saya mengerti pilihan, nilai dan aspirasinya. Saya paham perjuangan dan dedikasinya untuk keadilan sosial, perdamaian dan stabilitas yang lebih dibutuhkan sekarang”, pungkasnya sambil menahan jatuhnya air mata. (kompas.com/Sh.net)