Diresmikan Wapres “Jawarah” untuk Perangi Hoax

images

Sebelumnya, jaringan ini akan dinamai “Jawah’. Wapres kemudian mengusulkan agar diubah menjadi “Jawarah”. Selain lebih terbiasa terdengar di telinga, menurutWapres, “Jawarah” juga memiliki kesan heroisme karena mirip dengan kata “jawara”.

 

“Mudah-mudahan ia (Jawarah) bersifat jawara, heroisme, melawan kezaliman, melawan kejahatan, dan sebagainya,” kata Wapres.     Lebih lanjut Wapres mengatakan bahwa penyebaran berita dusta (hoax) saat ini sudah sampai pada taraf yang mengkhawatirkan. Ia pun kemudian menceritakan hoax yang berisi tentang dirinya.

 

“Tadi pagi juga saya sendiri diperlihatkan oleh Saudara Sofjan (Wanandi) dan Uceng (Husein Abdullah) suatu berita yang menyatakan, bahwasanya  saya mengatakan ‘daripada kirim bunga, lebih baik dikasih ke anak yatim. Apa gunanya bunga-bunga yang sepanjang jalan itu’. Wah, kapan saya ngomong gitu? Saya tidak pernah merasa ngomong,” ujarnya.

 

“(Ini) baru tadi pagi. (Saya)

terkejut membaca itu, seakanakan saya memberikan komentar, padahal saya tidak mengomentari soal bunga-bunga terkecuali bunga bank (yang) saya minta untuk selalu turun. Tapi, kalau bunga yang lain, berapapun itu terserahlah. Setidaktidaknya banyak pengrajin bunga yang mendapat pekerjaan baik. Begitu kan?” lanjut Wapres.

 

Sebelumnya, dalam laporannya Ketua PWI Margiono mengatakan bahwa Jawarah bertujuan untuk menguatkan pers nasional. “Pers mainstream agar lebih kuat dan jelas, sehingga menjadi media yang clean dan clear. Kami tidak ingin pers nasional menjadi bagian dari penyebaran hoax,” jelas Margiono.

 

Lebih lanjut Margiono menjelaskan bahwa terdapat dua mesin yang bekerja dalam Jawarah, yaitu: pertama, mesin manual yang terdiri dari beberapa orang pakar dan ahli yang mempunyai komitmen

dan kemampuan memverifikasi isuisu yang beredar; dan kedua, mesin dalam arti sebenarnya, yaitu suatu teknologi yang dapat menyaring berita hoax dan bukan hoax.

 

Pada peluncuran Jawarah ini, dilakukan juga penyerahan penghargaan Hari Pers Nasional kepada lembaga dan insan media oleh Ketua PWI dan disaksikan oleh Wakil Presiden.

 

Turut hadir mendampingi Wapres pada acara tersebut Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, Staf Khusus Wakil Presiden Bidang Komunikasi dan Informasi Husein Abdullah, Staf Khusus Wakil Presiden Bidang  Penanggulangan Kemiskinan dan Otonomi Daerah Syahrul Udjud, Staf Khusus Wakil Presiden Bidang Ekonomi dan Keuangan Wijayanto Samirin, dan Anggota Tim Ahli Wakil Presiden Sofjan Wanandi. (wapresri.go.id )

 

 

 

 

 

 

 

Seruan Dewan Pers Pemred Wajib Ikuti UKW

Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) menyambut baik seruan Dewan Pers agar pemimpin redaksi atau penanggung jawab media massa, termasuk yang berbasis online atau siber, mengikuti Uji Kompetensi Wartawan (UKW) kategori  wartawan utama.

 

Sebagai organisasi perusahaan media siber, SMSI didirikan untuk membantu perusahaan-perusahaan media siber di tanah air mencapai level profesional dan bermartabat.   Menurut Ketua Umum SMSI, Teguh Santosa, tujuan itu telah

dicantumkan dalam Anggaran Dasar (AD) SMSI yang disusun dan disahkan notaris pada tanggal 21 Maret 2017 lalu.

 

“Perusahaan media, dalam hal ini media siber, yang sehat dan profesional adalah modal dasar yang kita butuhkan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang demokratis, cerdas, makmur juga sejahtera. Karya jurnalistik yang mendukung tujuan ini bisa didapatkan apabila penanggung jawab atau pemimpin redaksi media siber memiliki pemahaman yang

memadai dan standar etika yang tinggi,” ujarnya.

 

Alumni University of Hawaii at Manoa (UHM) itu menambahkan, jangan sampai ada anggapan bahwa membuat media siber mudah, lantas siapapun merasa bisa mendirikan media massa berbasis online, dan bertindak sesuka hati dengan berlindung di balik kebebasan pers. Menurut Teguh, pihaknya akan mengkampanyekan peraturan Dewan Pers itu kepada anggota SMSI di daerah. Saat ini, masih kata Teguh, SMSI tengah menyusun kepengurusan di 27 provinsi. SMSI diluncurkan pada Senin, (17/4/2017, di Jaya Suprana Institute, Mall of Indonesia (MOI), Kelapa Gading, Jakarta. Peluncuran didahului diskusi bertema “Kekeliruan Kebebasan Kebablasan: Menyusun Disain Komunikasi Politik yang Sehat”.

 

Wartawan Utama Sementara itu, seruan Dewan Pers agar penanggung jawab atau pemimpin redaksi media siber telah mengikuti UKW kategori wartawan utama disampaikan anggota Dewan Pers, Hendry Ch Bangun, ketika berbicara di kegiatan Traning of Trainer (TOT) Penguji dan dan Pemegang Uji Kompetensi Wartawan (UKW) Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di Karawang, Jawa Barat, Jumat (14/4/2017).

 

“Dewan Pers segera menerapkan beberapa peraturan baru,

diantaranya tentang standar kompetensi untuk jabatan Pemred dan penambahan mata uji kode etik,” kata Hendry yang juga Sekjen PWI.

 

Dia menerangkan bahwa standarisasi kompetensi merupakan syarat utama agar setiap media bisa diverifikasi secara aktual oleh Dewan Pers. Masa berlaku kartu dan sertifikasi kompetensi wartawan adalah lima tahun sekali.

 

Dia menambahkan, kebijakan itu sangat penting untuk penyegaran profesi, juga untuk membangun jenjang uji kompetensi dari wartawan muda, wartawan madya, hingga wartawan utama. 

 

Hal lain yang diterangkan Hedry adalah penambahan mata uji kode etik dalam UKW. Menurutnya, hal ini sangat mendesak untuk diuji karena seringkali wartawan justru tidak memahami kode etik profesi. (RMOL)

siber lainnya. Deklarasi lahirnya AMSI diselenggarakan di Gedung Dewan Pers, Jalan Kebon Sirih Nomor 32, Jakarta Pusat, Selasa (18/4/2017).

 

Stanley mengungkapkan media saat ini mengalami kekosongan aturan atau pedoman. Dia mencontohkan kegiatan peliputan sidang di pengadilan. “Beberapa sidang terbuka dan transparan, ada positif dan negatifnya. Ketika sidang Antasari Azhar diliput secara live, KPI berteriak karena ada konten yang mengandung asusila,” jelas Stanley.

 

Contoh lainnya adalah pemberitaan secara langsung sidang kopi sianida. Yosep mengatakan peliputan langsung oleh media televisi telah menabrak Pasal 157 KUHAP.  “Ketika sidang kopi sianida, kita bisa melihat bagaimana tabrakannya terhadap KUHAP. Di mana dikatakan para saksi dan ahli, hakim memisahkan mereka untuk tidak saling mendengar. Dalam sidang sianida, Pasal 157 KUHAP dilanggar,” terang Stanley.

 

Stanley berkata, jika internal pers tak memiliki pedoman, maka pers akan diatur oleh pihak eksternal dalam kegiatan peliputan. Hal tersebut tergambar di sidang penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan sidang korupsi megaproyek e-KTP.

 

“Kalau masyarakat pers tidak bisa mengatur dirinya sendiri, maka akan di atur oleh masyarakat. Begitu yang terjadi di sidang e-KTP dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), ditutup oleh majelis hakimnya. Kenapa? Karena kita tidak punya pedoman. Jadi pers diatur majelis hakim,” tutup Stanley. (detik.com)

Ketua

By AdminMediaCentre| 25 September 2018 | berita |