“Kita perlu stategi untuk memaksa agar hoax tidak lagi jadi isu nasional tapi global,” ungkapnya dalam Diplomatic Forum: Media Mainstream vs Media Sosial, di Hotel Milenium Jakarta, Kamis (27/4/2017).
Menkominfo menambahkan berita hoax lebih banyak ditemukan di media sosial dibanding media mainstream. “Hal ini karena di media mainstream ada cover both side. kalau media sosial orang lempar isu saja,” tambahnya.
Persoalan yang terjadi terkait berita hoax digambarkan Rudiantara seperti lingkaran setan. Orang melempar isu di media sosial, kemudian menimbulkan persiangan di media mainstream terutama media elektronik yang kemudian mengangkat isu dari medsos ke TV melalui running text.
“Hal ini kemudian yang disebut lingkaran setan sehingga kita perlu memutusnya,” katanya.
Kemudian memunculkan inisiasi yang melahirkan masyarakat anti hoax. “Beberapa pemerintah daerah seperti di Pemda Kalimantan Barat yang menginisiasi masyarakat anti hoax, juga mendeklarasikan perang melawan hoax,” jelasnya.
Menkominfo berharap semua pihak, baik Dewan Pers, PWI, AMSI, Masyarakat bersama-sama memerangi berita hoax atau fake news. “Media mainstream mulai menemukan ruang baru untuk menjadi rujukan dalam memerangi hoax. Dewan Pers juga mendorong konstituennya untuk melawan hoax. Begitu juga dengan PWI yang menggagas pembentukan Jaringan Wartawan Anti Hoax (Jawarah),” ujar Rudiantara.
Beberapa narasumber turut hadir pada Diplomatic Forum antara lain Duta Besar Australia untuk Indonesia Paul Grigson, Penasihat Bidang Komunikasi dan Informasi UNESCO Dr. Ming-Kuok Lim, Ketua Dewan Pers Yosef Adi Prasetyo. (kominfo.go.id)