Mereka berhak mendapat keadilan. Demikian dikatakan Ketua Dewan Pers, Bagir Manan, dalam diskusi “Liputan Media Terkait Kejahatan Seks, Asusila dan Anak”, yang digelar Dewan Pers di Gedung Dewan Pers, Jl. Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Kamis (25/6/ 2015). Diskusi yang dipandu anggota Dewan Pers, Nezar Patria ini, menghadirkan pembicara Ketua Komisi Hukum Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo, pakar pers Atmakusumah, dan Koordinator Divisi Perempuan AJI Jakarta, Raisya Maharani. Para
pembicara tersebut menunjukkan contoh-contoh berita pers tentang kasus kejahatan yang melibatkan perempuan dan anak-anak yang melanggar Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Sesuai Pasal 5 KEJ, wartawan dilarang menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan asusila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan. Identitas ditafsirkan sebagai “semua data dan informai yang menyangkut diri seseorang, yang memudahkan orang lain untuk melacak”. Mengawali paparannya, Bagir Manan menunjukkan premis-premis hukum terkait kasus anak. Pertama,
tidak ada kejahatan anak melainkan kenakalan anak. Kalau pun perbuatan seorang anak dapat dikenakan pidana, tetap harus semata-mata dilihat sebagai kenakalan yang dapat dipidana, bukan perbuatan pidana. Kedua, anak harus senantiasa ditempatkan sebagai korban, bukan sebagai pelaku. Kenakalan anak (termasuk yang dapat dipidana) adalah semata-mata akibat dari sesuatu di luar mereka, bukan sebab dalam diri mereka. Ketiga, anak semata-mata memiliki hak dan tidak (belum) memiliki kewajiban hukum. Kalau pun seorang anak terpaksa terkena pemidanaan atau tindakan, harus semata-mata demi kepentingan terbaik anak. Terkait kasus Engline di Bali, pers telah memberitakan kekejian yang dialami anak berumur 8 tahun itu. Kekejian itu merupakan kejahatan kemanusiaan yang sangat nyata. Mantan Ketua MA itu mengungkapkan, pers telah berkalikali memberitakan mengenai berbagai bentuk kekerasan atau pembunuhan yang disengaja terhadap anak. “Bagaimana semestinya sikap pers?” tanyanya. Menurut Bagir Manan, Engeline dan anak-anak lain yang meninggal karena kekerasan atau pembunuhan tidak lagi membutuhkan masa depan. Mereka lebih membutuhkan keadilan. Demi keadilan, lanjut Bagir, pers tidak terikat larangan untuk mengungkapkan selengkaplengkapnya identitas korban. Sebab pengungkapan dari berbagai aspek akan dapat membantu tegaknya keadilan bagi anak-anak yang tidak berdosa dan bersalah tersebut. “Mereka harus mendapat pembelaan dari pers,” pungkasnya.