Tiap Tahun Dewan Pers Terima 500 Pengaduan

images

Namun, persoalannya pengaduan tersebut tidak seluruhnya murni terkait masalah pers dan sebagian terkait dengan masalah hukum. Ketua Dewan Pers, Bagir Manan, mengungkapkan hal itu kepada wartawan, di sela Sarasehan Dewan Pers dengan Komponen Media, di Monumen Pers Nasional Solo, Selasa (19/5/2015). “Ini pertanda baik, karena masyarakat sadar hak-haknya jangan dirampas. Artinya, masyarakat mengontrol pers,” ujarnya. Menurut Bagir, tidak semua yang masuk Dewan Pers dapat diproses karena tidak terkait dengan pers. Di antara pengaduan yang murni masalah hukum dan tidak ada kaitan dengan isi pemberitaan, penanganannya diserahkan ke lembaga hukum. “Seperti kasus pemuatan karikatur di Jakarta Post, Dewan Pers 
berusaha menyelesaikan secepatnya. Kalau sampai saat ini Polisi tidak menyatakan menghentikan kasus itu, bukan berarti perkaranya terus. Sebab yang bersangkutan sudah minta maaf,” jelas Ketua Dewan Pers. Dalam sarasehan bertema “Kebangkitan Nasional, Kebangkitan Spirit Pers, Sebagai Agen Perubahan Bangsa” itu, Bagir Manan menegaskan, seluruh aduan yang masuk ke Dewan Pers ditindaklanjuti sesuai mekanisme yang berlaku, yakni Dewan Pers segera mengundang lembaga pers dan pihak yang perlu diklarifikasi. Jika lembaga pers yang dilaporkan berada di luar daerah, Dewan Pers yang datang ke lokasi yang diadukan. “Jumlah pengaduan sebanyak lebih 500 itu bisa berarti banyak atau sedikit. Tetapi itu bagian dari kesadaran masyarakat yang tak ingin hak-haknya dirampas. Berarti mereka berani melapor,” tambahnya.
Tiga katagori Anggota Dewan Pers, Yoseph Adi Prasetyo, di depan peserta 
sarasehan mengatakan, saat ini ada kecenderungan pembagian media dalam tiga kategori, yaitu media profesioal, partisan, dan abal-abal. Kecenderungan itu terlihat pada masa Pemilihan Presiden (Pilpres) dan kini masih terasa dampaknya.    “Pada masa Pilpres, Jokowi memang menjadi media darling. Ketika sudah menjadi presiden, media pun mulai mengkritisi programnya. Banyak yang dijanjikanya pada masa kampanye atau di awal pemerintahan, ternyata luput dari kenyataan. Media pun mulai mengangkatnya dengan sudut pandang yang berbeda-beda,” katanya.    Pria yang akrab disapa Stanley itu berharap, janji Presiden Jokowi untuk bersama-sama Dewan Pers melakukan evaluasi media secara berkala segera terealisasi. Hal itu penting untuk melihat potret keprihatinan bangsa lebih dalam tidak sekedar melihat headline media arus utama.    Sementara itu Dosen Komunikasi Politik UIN Jakarta, Dr. Gun Gun Heryanto berpendapat, informasi yang disajikan pers harus dipastikan apakah sudah dikonfirmasi dan diklarifikasi secara lengkap. Hal itu terkait dengan maraknya media sosial saat ini, informasi dengan mudah diperoleh di dunia maya. “Ini yang membedakan media mainstream dengan media sosial. Kami juga harus mengingatkan praktisi televisi dan radio, bahwa frekuensi yang digunakan itu milik publik. Jadi, tidak bisa digunakan seenaknya di luar kepentingan publik,” ungkapya 

By AdminMediaCentre| 24 September 2018 | berita |