Demikian salah satu butir rekomendasi yang dibacakan Direktur Pengembangan Media dan Kebebasan Berekspresi UNESCO, Guy Berger, pada penutupan rangkaian peringatan Hari Kemerdekaan Pers Internasional 2015 yang berlangsung di ibukota Latvia, Riga, pada 1-4 Mei 2015 lalu. Peringatan Hari Kemerdekaan Pers Internasional 2015 yang dihadiri 500 perwakilan pers dari 81 negara ini diisi dengan berbagai kegiatan antara lain konferensi, malam penghargaan dan lain-lain. Adapun tema konferensi adalah “Let Journalism Thrive! Towards Better Reporting, Gender Equity, and Media Safety in the Digital Age”. Pembukaan dihadiri Direktur Jenderal UNESCO
Irina Bokova dan Presiden Latvia Andris Berzins. Dewan Pers hadir mewakili delegasi Indonesia. Delegasi Indonesia adalah Dr. Ninok Leksono, Yosep Adi Prasetyo, I Made Karuna Ray Wijaya, Imam Wahyudi, Chelsia Christiana, dan juga anggota Komisi Penyiaran Indonesia Bekti Nugroho.
Kekerasan Sejumlah negara mengakui bahwa kebebasan pers masih menjadi isu utama yang harus terus diperjuangkan oleh sebagian besar negara. Data UNESCO menyatakan ada ratusan wartawan diserang, luka, tertembak atau mati saat bertugas. Penyerangan terhadap wartawan sepanjang 2014 tercatat paling banyak terjadi di Suriah. Untuk itu pihak UNESCO memberikan Penghargaan Kebebasan Pers Dunia Guillermo Cano kepada pengacara dan pegiat kebebasan pers asal Suriah, Mazen Darwish, yang sejak Februari 2012 hingga kini ditahan di penjara.
Penghargaan disampaikan langsung oleh Presiden Latvia sebagai tuan rumah kepada istri Mazen, Yara Bader. Peserta konferensi juga menyoroti maraknya media sosial sebagai bagian dari kebebasan berekspresi. Namun sejumlah narasumber juga mengingatkan agar para jurnalis tak sembarang menggunakan media sosial ataupun sumber di media sosial sebagai berita tanpa pernah mengeceknya. Kebebasan pers dan kebebasan berekspresi harus bisa menghadirkan jurnalisme yang berkualitas. Para wartawan diimbau untuk terus meningkatkan kualitas dan pengetahuan yang mereka miliki. Hal ini diutarakan oleh Eva Flomo dari Liberia yang menceritakan bagaimana para wartawan dituntut untuk mampu meliput kasus ebola yang mengganas di semenanjung Afrika tanpa membahayakan diri mereka sendiri. Pada saat penutupan, UNESCO mengumumkan bahwa peringatan Hari Kemerdekaan Pers Internasional 2016 akan digelar di Helsinki, Finlandia, dan selanjutnya untuk 2017 akan dilaksanakan di Indonesia. Tentu saja ada setumpuk pekerjaan rumah bagi pemerintah Indonesia. Antara lain untuk menuntaskan kasus-kasus pembunuhan terhadap wartawan yang hingga kini belum terungkap.