Kerjasama ini dituangkan dalam bentuk Nota Kesepahaman tentang Pemajuan Kebebasan Pers melalui Penguatan Kelembagaan dan Pengembangan Kebijakan diantara keduanya.
P e n a n d a t a n g a n Nota Kesepahaman itu dilakukan di Gedung Dewan Pers, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Senin (29/8/2026). Ketua Dewan Pers RI, Yosep Adi Prasetyo, dan Ketua Dewan Pers Timor-Leste, Virgilio da Silva Guterres, menandatangani Nota Kesepahaman itu atas dan untuk lembaga masing-masing.
Kedua lembaga independen ini, Dewan Pers Republik Indonesia (DP-RI) dan Conselho de Imprensa de Timur Leste (CI-TL) terjalin berkat keduanya memiliki semangat yang sama untuk memajukan kebebasan pers melalui penguatan kelembagaan dan pengembangan kebijakan. Kedua lembaga ini masing-masing memiliki kemampuan untuk memberikan dukungan dalam satu pola kesepahaman yang saling memberikan manfaat dalam rangka memajukan kebebasan pers melalui penguatan kelembagaan dan pengembangan kebijakan.
Terkait penguatan kelembagaan, dalam Nota Kesepahaman disebutkan antara lain meliputi pendidikan, pelatihan kerja, magang kerja, dan pertukaran wartawan. Selain itu, juga pengembangan kebebasan pers dan pengembangan program bersama terkait seminar, lokakarya, penelitian dan penerbitan.
Nota kesepahaman DP-RI dan CI-TL juga melingkupi pembentukan regulasi tentang pers, pengembangan kebijakan media dan monitoring program peliputan serta kegiatan lain sesuai dengan tugas pokok dan fungsi keduanya.
Dengan adanya Nota Kesepahaman ini, DP-RI telah resmi menjalin hubungan bilateral dalam bidang Pers dengan CI-TL selama 5 tahun kedepan.
Perlu ditambahkan, Dewan Pers Timor-Leste selain ke Dewan Pers juga berkunjung ke sejumlah lembaga seperti Lembaga Pers Dr.Soetomo, Komisi Penyiaran Indonesia, Al iansi Jurnal is Independen dan Kementerian Komunikasi dan Informatika. (red)
Media Tak Sehat, Kredibilitas Diragukan
Ketua Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo atau Stanley mengatakan kedewasaan dan kredibil itas wartawan harus didukung dengan kondisi perusahaan media yang sehat. Jika perusahaan media tak sehat, dipastikan wartawannya juga tidak akan bekerja dengan kredibilitas yang baik.
Hal itu disampaikan terkait keluhan beberapa warga dan wartawan di Kota Sorong, Papua, terkait masalah kesejahteraan pekerja pers. Stanley mengkawatirkan jika kondisi itu terus terjadi, maka kualitas pemberitaan akan tidak sehat.
“Maka yang terjadi ada banyak berita titipan yang telah dibayar dengan tendensi pemberitaan tertentu. Jika medianya sudah tidak sehat apa lagi gaji karyawannya tersendat-sendat maka perlu jadi perhatian,” ujarnya di Sorong, Senin (22/8/2016).
Stanley menyarankan agar wartawan yang bekerja di perusahaan media seperti itu untuk keluar dari perusahaan tersebut untuk menjaga independensi wartawan tersebut.
Selain itu, dirinya juga tidak menapik jika banyak wartawan yang bertahan di media tersebut karena alasan tertentu. “Misalnya masalah politik jelang pemilu serta sensasi narasumber dan ada tujuan proyek tertentu atau alasan-alasan tertentu lainnya yang patut dipertanyakan,” ujarnya.
Salah satu peneliti ahli Dewan Pers wilayah Papua Barat, Agus Sumule menilai apa yang terjadi itu merupakan fenomena yang terdapat di Papua Barat sehingga banyak media akhirnya gulung tikar akibat tidak mampu bertahan. (tabloidjubi.com)