Peringatan Keras untuk Media Pembuat Berita Sadistis

images

Salah satu yang diadukan ialah pemberitaan terhadap kasus pemerkosaan dan pembunuhan terhadap karyawati PT. Polyta Global Mandiri, Kosambi, Tangerang, bernama Enno Parihah (19).

 

“Sesuai salah satu fungsi Dewan Pers pada Pasal 15 ayat (2) c yakni menetapkan dan mengawasi  pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik. Dewan Pers juga memerhatikan pemberitaan yang berkembang dalam masyarakat,” ujar Wakil Ketua Dewan Pers Ahmad Djauhar dalam narasi pembuka diskusi  bertajuk “Pemberitaan Media yang Sadistis” di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Selasa (21/6/2016).

 

Diskusi ini sebagai bagian dari pembelajaran bersama sekaligus evaluasi atas kinerja pers dalam memberikan pelayanan informasi yang mencerahkan bagi publik.

 

Diskusi tersebut menampilkan 4 narasumber: Imam Wahyudi (Ketua Komisi Pengaduan Masyarakat dan Penegakan Etika Pers Dewan Pers),  Sujarwanto Rahmat  Arifin (Anggota  Komisi Penyiaran Indonesia Pusat), Sabam Leo Batubara (Anggota Kelompok Kerja Pengaduan Dewan Pers) dan  Kombes Pol.  Agus Rianto (Karo Penmas Mabes Polri). Hadir  sekitar 50 orang dari kalangan media, pengamat media dan akademisi ini  juga mengkaji mengenai pentingnya peran perusahaan pers dalam menyelenggarakan pendidikan bagi wartawan yang bekerja di medianya.

 

Sadistis Djauhar mengatakan kasus yang menimpa Enno memang sangat kejam. Tetapi, bukan berarti media massa dibenarkan menyajikan penggambarannya sedemikian sadistis.  

 

“Sejumlah media membuat pemberitaan sedemikian detil, bahkan secara terang-terangan memasang foto korban tanpa upaya untuk memblur sama sekali,” kata dia.

 

Menurut  Djauhar pemberitaan media massa sebagian melanggar Pasal 4 Kode Etik Jurnalistik, yang antara lain  berisi tentang wartawan Indonesia  tidak membuat berita sadis.   Pemberitaan sadistis, kata dia, justru bisa menimbulkan inspirasi kepada psikopat untuk melakukan hal yang sama.

 

“Peristiwa kekejaman di media bisa menimbulkan inspirasi kepada para pelaku lain dan juga kepada psikopat lainnya untuk berbuat yang sama atau lebih kejam lagi. Misalnya kasus mutilasi, adanya  Robot Gedek,  yang kemudian tidak lama diikuti kasus lainnya. Dengan memuat berita sadistis turut menciptakan inspirasi kepada pelaku lain,” kata Djauhar.

rs telah melayangkan surat peringatan kepada media massa yang telah melanggar kode etik jurnalistik. “Dewan Pers telah melayangkan surat peringatan keras kepada media-media tersebut untuk tidak mengulangi pemberitaan semacam itu,” kata dia.

 

Sementara itu,  Rahmat Arifin mengungkapkan, data KPI menunjukkan, prosentase pelanggaran tayangan jurnalistik penyiaran mendominasi jenis pelanggaran Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS). “Semester pertama tahun 2016, 53% pelanggaran terjadi dalam kategori jurnalistik”.

 

Rahmat melanjutkan, P3SPS telah tegas mengatur bagaimana sebuah tayangan sadistis dilarang muncul dalam media massa penyiaran. Tingkah laku  merusak dalam demonstrasi, bentrok antara aparat dan pendemo, seyogyanya tidak tampil di layar kaca

 

Pendidikan Imam Wahyudi mengung - kapkan,  Dewan Pers mencatat banyak pemberitaan sadistis di media massa akhir-akhir ini. Berita sadis itu berbentuk narasi dan gambar.

 

“Mengenai kasus yang kami di Dewan Pers yakni kasus sadistis yang dalam hal ini mengambil pemuatan berita atau gambar yang sadis di media pers yang sebagian diambil dari media sosial,” ujar Imam.

 

Oleh karena itu dengan hadirnya Dewan Pers, menurut Imam,  bisa menyelesaikan laporan pengaduan soal pemberitaan sadistis yang dimuat di media tersebut.

 

Menanggapi komentar peserta diskusi tentang perlunya pendidikan wartawan karena rendahnya produk jurnalistik saat ini, Imam menegaskan: “dalam rangka menindaklanjuti program piagam Palembang, Dewan Pers akan kembali mengingatkan kewajiban media untuk meratifikasi empat Peraturan Dewan Pers yaitu Kode Etik Jurnalistik, Standar Perusahaan Pers, Standar Perlindungan Wartawan dan Standar Kompetensi Wartawan”. Ia menambahkan, “Salah satu kewajiban media yang termaktub dalam keempat standar ini adalah kewajiban dalam melakukan pendidikan kepada wartawannya. (suara.com/red)

By AdminMediaCentre| 24 September 2018 | berita |