“Pers harus melakukan kewajiban profesionalnya yakni melakukan verifikasi dan keberimbangan ketika mengambil informasi dari Twitter atau media sosial lainnya,” katanya dalam diskusi “Sosial Media untuk Kepentingan Publik dan Peran Jurnalisme” di Gedung De wan Pers, Jakarta, Rabu (18/3/2015). Bagir menegaskan sumber berita yang diambil dari media sosial menjadi tanggung jawab pers. “Setelah menjadi produk berita, pers tidak bisa tidak ber tanggung jawab karena dia memiliki kebebasan meng am bil dan tidak meng ambil ku tipan dari media sosial un tuk dijadikan berita,” katanya. Ia menghimbau agar jurnalis
melakukan se leksi dan memilah informasi dari medsos untuk di jadikan berita sehingga sesuai dengan kode etik jurnalistik. Menurut Bagir Manan, medsos merupakan gejala dunia yang perkembangannya tidak dapat dielakkan sehingga pemanfaatannya harus diiringi tanggung jawab. Di pihak lain, pers juga membutuh kan media sosial untuk meng in for masikan hal-hal tertentu. Perkembangan informasi me- lalui media sosial, tambah dia, juga diiringi kepentingan publik yang meng ingin kan informasi secara cepat se hingga peminat media sosial terus meningkat. “Di sinilah pen ting nya pers memberitakan informasi yang diambil dari media sosial dengan penuh tanggung jawab,” ujarnya.
Lebih Serius Anggota Dewan Pers Ninok Leksono menyatakan, pihaknya
mengajak pengguna media sosial lebih serius memanfaatkan informasi dari media sosial itu untuk meningkatkan daya saing individu. “Banyak orang lebih suka bercanda dalam memanfaatkan media sosial, alih-alih menggunakan informasi dari media sosial untuk meningkatkan daya saing,” katanya. Ninok berpendapat kurang seriusnya pengguna media sosial mengakibatkan mereka teralihkan oleh hal-hal yang tidak penting dan menghabiskan banyak waktu untuk mengakses hal tidak penting tersebut. Sebagian besar pengguna media sosial di Indonesia, ujar dia, hanya menggunakan media sosial untuk mengetahui informasi yang dangkal dan tidak tergerak memanfaatkan media sosial untuk memperoleh informasi yang lebih lengkap. Menurutnya, hal itu berbahaya bagi kapasitas mental generasi pengguna media sosial karena mereka tidak terbiasa berpikir mendalam. Ninok menekankan, media sosial seharusnya menjadi pemberi informasi dan pencerah masyarakat sehingga mereka yang menggunakan media sosial di jalan yang tepat. “Media sosial harus mencerahkan masyarakat. Untuk itu penggunanya juga harus memanfaatkan teknologi dalam jalan yang benar,” ujarnya. Ia mencontohkan, banyak meme atau gambar satir terkait isu atau tokoh tertentu buatan pengguna medsos yang sebenarnya kurang penting dan sebaiknya dialihkan ke penggunaan yang lebih bermanfaat. Perubahan penggunaan media sosial ke jalan yang baik, kata dia, harus segera dilakukan pangguna media sosial demi mengurangi kerugian berjangka panjang. Berdasarkan data PT Merah Cipta Media yang membawahi sejumlah
perusahaan konsultan komunikasi, startup incubator, dan berbagai perusahaan teknologi online di Indonesia, pengguna media sosial di Indonesia adalah yang paling berisik di dunia meskipun pengguna internet di Indonesia hanya 72 juta. Menurut data tersebut, masyarakat Indonesia sangat
aktif bermedia sosial, terbukti 93% dari pengguna internet aktif mengakses Facebook, bahkan warga Jakarta adalah pengguna Twitter terbanyak di dunia. (Diolah dari sumber: Suara Karya, antaranews