Dewan Pers Ajak Mahasiswa Universitas Pancasila Jadi Garda Etika Jurnalistik di Era AI

Dewan Pers Ajak Mahasiswa Universitas Pancasila Jadi Garda Etika Jurnalistik di Era AI

JAKARTA – Dewan Pers mengajak mahasiswa Universitas Pancasila (UP) untuk menjadi garda terdepan dalam menjaga etika jurnalistik di tengah pesatnya perkembangan teknologi kecerdasan buatan/ Artificial intelligence (AI). Seruan itu disampaikan Anggota Dewan Pers Rosarita Niken Widiastuti saat menerima kunjungan audiensi Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) dan civitas akademika Universitas Pancasila di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Selasa (11/11/2025).

Dalam pertemuan tersebut, Niken yang juga menjabat sebagai Ketua Komisi Kemitraan, Hubungan Antar Lembaga, dan Infrastruktur Dewan Pers, menekankan pentingnya mahasiswa memahami makna kemerdekaan pers yang disertai tanggung jawab etik, terutama di tengah maraknya penggunaan teknologi digital dalam produksi berita.

“Pers tidak hanya menyampaikan informasi, tetapi juga menjaga nurani dan kebenaran. Di era AI, etika justru menjadi pondasi utama yang tidak bisa digantikan algoritma,” ujar Niken di hadapan puluhan mahasiswa dan dosen yang hadir.

Dalam paparannya, Niken membeberkan data terbaru Dewan Pers yang mencatat peningkatan signifikan jumlah aduan masyarakat terhadap media massa. Hingga November 2025, tercatat sedikitnya 635 laporan yang masuk, dan angka itu diprediksi menembus 1.000 kasus sebelum akhir tahun.

Menurut Niken, lonjakan tersebut merupakan fenomena “pedang bermata dua”. Di satu sisi, menandakan meningkatnya kesadaran publik terhadap hak mereka untuk memperoleh berita yang akurat dan berimbang. Namun di sisi lain, menunjukkan bahwa masih banyak media yang belum sepenuhnya mematuhi Kode Etik Jurnalistik (KEJ).

“Ini menjadi pengingat bagi insan pers untuk terus memperbaiki diri. Etika jurnalistik bukan pilihan, tapi kewajiban,” tegasnya.

Salah satu isu yang menjadi perhatian utama dalam audiensi tersebut adalah penggunaan kecerdasan buatan (AI) di dunia jurnalistik. Niken menegaskan bahwa Dewan Pers pada 2025 telah menerbitkan Pedoman Penggunaan AI pada Karya Jurnalistik untuk memastikan pemanfaatan teknologi tersebut tidak menyalahi nilai-nilai dasar profesi wartawan.

Menurutnya, AI dapat dimanfaatkan untuk membantu proses kerja redaksi seperti pengumpulan data, analisis teks, atau penyuntingan berita. Namun, peran jurnalis manusia tetap tidak tergantikan karena jurnalisme membutuhkan empati, intuisi, dan tanggung jawab moral yang tidak dimiliki mesin.

“AI boleh membantu, tapi tidak boleh menggantikan. Jurnalistik adalah kerja nurani dan kepekaan terhadap kemanusiaan, bukan sekadar kalkulasi digital,” ujarnya.

Ia juga mengingatkan tentang ancaman penyalahgunaan teknologi, termasuk deepfake dan manipulasi digital, yang berpotensi menyesatkan publik dan merusak kredibilitas media.

Dewan Pers juga menegaskan pentingnya peran Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) sebagai wadah pembelajaran dan penguatan etika jurnalistik di lingkungan kampus.

Niken mengimbau agar LPM Universitas Pancasila terus berpegang pada 11 poin Kode Etik Jurnalistik dan berfungsi sebagai pengawal kebenaran di tengah maraknya disinformasi digital.

“Pers mahasiswa harus jadi agen literasi media dan pengontrol sosial di lingkungan kampus. Jangan hanya melaporkan peristiwa, tapi juga lawan hoaks dan bias informasi,” katanya.

Ia menilai, keberadaan pers mahasiswa memiliki arti strategis dalam menanamkan budaya berpikir kritis dan rasional di kalangan generasi muda, sekaligus menjadi cikal bakal lahirnya jurnalis profesional yang berintegritas.

Dalam kesempatan tersebut, Dewan Pers juga menyatakan komitmennya untuk memperkuat kolaborasi dengan dunia akademik melalui program “Sambang Kampus”, yakni inisiatif edukatif untuk menanamkan literasi media, hukum pers, dan etika jurnalistik kepada mahasiswa di berbagai perguruan tinggi.

“Kami ingin hadir lebih dekat dengan kampus, karena masa depan pers yang sehat berada di tangan generasi muda,” ujar Niken.

Audiensi tersebut diakhiri dengan sesi tanya jawab interaktif yang membahas tantangan jurnalisme digital, fenomena clickbait, hingga persoalan etika penggunaan foto dan video di media sosial.

Kunjungan LPM dan civitas akademika Universitas Pancasila ke Dewan Pers menjadi momentum penting untuk mempertemukan idealisme mahasiswa dengan pengalaman praktis lembaga pers nasional.

Keduanya sepakat bahwa sinergi antara akademisi dan praktisi merupakan langkah strategis untuk membangun ekosistem jurnalisme yang bebas, bertanggung jawab, dan beradab di tengah perubahan teknologi yang semakin cepat.

Dengan semangat kolaborasi tersebut, Dewan Pers berharap akan lahir generasi jurnalis muda yang melek teknologi, peka terhadap etika, dan setia pada kebenaran, sebagai pondasi utama kemerdekaan pers di Indonesia.(*)