Dewan Pers Luncurkan IKP 2016

images

Dewan Pers pada Selasa, 8 Agustus 2017 meluncurkan buku hasil survei Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) 2016. Ketua Dewan Pers  Yosep Stanley Adi Prasetyo mengatakan IKP 2016 memuat survei di 24 kota di Indonesia. Jumlah kota ini lebih banyak dibandingkan IKP tahun 2015 lalu yang melakukan survei di 13 kota.
     Berdasarkan IKP 2016, posisi terbaik diraih oleh Kalimantan Barat, sedangkan yang indeks kemerdekaan pers terburuk ada di Papua Barat. Tujuan survei yakni untuk memetakan dan memonitor perkembangan pelaksanaan hak kemerdekaan pers. Selain itu, memberi sumbangan pada peningkatan kesadaran dan perdebatan publik mengenai kemerdekaan pers serta membantu mengidentifikasi prioritas-prioritas apa yang perlu dilakukan untuk perbaikan ke depan.
    Selain memperbaiki situasi kemerdekaan pers antar daerah, Dewan Pers juga berharap semua pihak bisa membantu Indonesia menaikkan posisi di Indeks Kebebasan Pers di dunia. Peringkat IKP Indonesia 2017 berada di urutan 124. Peringkat tersebut naik dibanding tahun lalu yang berada di posisi 150. Anehnya, kebebasan pers Indonesia ternyata masih di bawah Timor Leste.
   “Tahun ini, Indonesia menduduki posisi ke-124 dari 150 negara terkait IKP. Jadi kemerdekaan pers Indonesia jauh di bawah Timor Leste, Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand,” ujar Stanley.
      Ia menilai, posisi Indonesia yang berada di bawah Timor Leste tidak masuk akal, karena justru lembaga semacam Dewan Pers di negara tersebut, meminta Dewan Pers di Indonesia menjadi mentor mereka. “Sesuatu yang tidak masuk akal, karena Dewan Pers diminta menjadi mentor untuk Dewan Pers Timor Leste,” katanya.
      Ia pun menceritakan pengalamannya, ketika melihat secara langsung kondisi pers di Timor Leste, setelah dua kali menyambangi negara tersebut. “Mereka sedang menyusun perangkat-perangkat lunak bagaimana untuk menangani pengaduan Dewan Pers, dan seluruhnya mereka mengadopsi dari model yang dikembangkan Dewan Pers Indonesia,” tutur Stanley.
     Dia menyebut, jumlah media massa di negara tersebut tidak sebanyak di Indonesia, hanya ada 14. Hal ini sangat jauh dibandingkan media di Indonesia yang mencapai 47.000.
    “Dari sisi perusahaan pers di Timor Leste, itu hanya bantuan-bantuan pemerintah kepada media setempat. Industri pers belum tumbuh dengan sehat,” kata dia.
    Dia menegaskan, dengan melihat kondisi tersebut, posisi pers Indonesia di bawah Timor Leste bukanlah kabar yang menggembirakan. Apalagi di sisi lain, pers Indonesia sudah mengalami perkembangan yang jauh lebih baik setelah Orde Baru.
    “Kini orang bebas mendirikan perusahaan pers, wartawan bebas bekerja dan mengkritik. Di beberapa daerah memang masih ada kasus kekerasan terhadap wartawan. Namun, secara umum perkembangan pers Indonesia terus menuju arah lebih baik,” pungkas Yosep.
    Tahun lalu, dua lembaga internasional yang rutin mengeluarkan Indeks Kebebasan Pers (IKP) dunia, yakni Reporters Without Borders (RWB) atau Reporters Sans Frontières (RSF), dan Freedom House menempatkan pers Indonesia di peringkat 130, di bawah negara-negara yang sedang mengalami konflik atau perang seperti Afganistan pada peringkat 120 dan Zimbabwe pada peringkat 124. (rapler.com/ global-news.co.id)

By dedy| 05 Oktober 2017 | berita |