TV Publik Jangan Sampai Mati

images

Anggota Komisi I DPR, Effendi Choirie, mengatakan TVRI sebagai televisi publik memiliki modal yang lebih besar daripada televisi swasta. Modal tersebut dapat dikembangkan untuk memperbaiki TVRI.

“Modal sejarah, modal (dana) dari negara, bisa siaran ke seluruh Indonesia, bisa iklan 15 persen. Modal-modal ini cukup, tinggal pimpinannya. Modal ini bisa membuat dunia bisnis berkepentingan dengan TV publik”, katanya.

Ia menambahkan, persoalan TVRI menyangkut institusi warisan lama sehingga pembenahannya membutuhkan waktu yang lama juga. Melalui Undang-Undang No. 32/2002 tentang Penyiaran pembenahan TVRI dimulai dari Dewan Pengawas. Tugas Dewan  Pengawas sebagai wakil publik antara lain mengawasi uang yang digunakan TVRI. “Mereka bekerja memberikan visi, misi, dan saran untuk dilaksanakan Dewan Direksi TVRI”, ungkap Effendi.

Pernyataan Effendi ini disampaikan sebagai narasumber acara Dewan Pers Menjawab yang disiarkan TVRI, Rabu, 21 Maret lalu. Hadir juga sebagai narasumber yaitu Wakil Ketua Dewan Pers, Sabam Leo Batubara, pengamat pendidikan, Arief Rachman, dan Wina Armada sebagai pemandu acara.

TV publik sesuai UU Penyiaran, menururt Leo batubara, didesain sebagai televisi independen, netral, tidak komersial, dan melayani kepentingan publik. Namun kenyataannya sampai saat ini masih masih jauh dari harapan.

Leo mencontohkan, di beberapa negara seperti Jerman dan Jepang, TV publik di sana bisa menjadi pilihan masyarakat, dipercaya sebagai pemasok informasi utama. Untuk dapat mencapai demikian itu, negara harus memenuhi anggaran dana yang dibutuhkan TVRI. Sebab jika sampai TV publik mati, masyarakat akan mencintai produk-produk dari luar negeri yang banyak diiklankan TV swasta (komersial).

“TV komersial dibesarkan dari iklan. TV komersial melayani market. Mereka memperebutkan kue iklan,” tegas Leo.

Sementara itu Arief menilai selain persoalan kepemimpinan dan dana, yang juga penting untuk TVRI adalah pengemasan tayangannya agar menarik ditonton. Ia mengusulkan, misalnya dengan meliput sesuatu dari sisi prosesnya, bukan hanya fokus pada hasilnya.

Arief mengajak masyarakat untuk peduli dan merasa punya kewajiban menyelamatkan TVRI. Sebab TVRI sebagai TV publik sebenarnya bertugas melayani masyarakat, antara lain agar masyarakat paham hak dan kewajibannya sebagai warga negara. “Kita punya kewajiban untuk menyelamatkan TVRI” ajaknya. (red)

SMS Penonton:
TVRI harus percaya diri. Bagaimanapun dari saya SD, SMP, sampai punya anak masih nonton TVRI. Karena acaranya khas dan berkarakter nusantara. (0813.11333xxx)

Sinyal TVRI di daerah jelek, tidak seperti televisi lain. Padahal kami cinta TVRI. (081323005xxx)

Karyawan dan pekerja TVRI tidak profesional, berita yang disiarkan dengan cuplikan gabar sama/tidak berubah walau siaran berita baru. (0813.52255xxx)

Saya adalah penggemar TVRI sebab TV swasta siarannya sangat tidak mendidik, merusak moral bangsa. (081346320xxx)

TVRI adalah siaran idola saya. Sebab dari siaran TVRI, saya banyak memperoleh ilmu. (0813.75927xxx)

Kelemahan utama TVRI pada SDM, ini tercermin dari kurang kreatif dan inovasif dalam program yang diproduksi. Padahal TVRI sebagai TV broadcast pelopor (081382050xxx)

Anggaran untuk TVRI terlalu kecil, ibarat hidup segan mati tak mau. (0818196xxx)

By Administrator| 27 Maret 2007 | berita |