Disusun Standar Perusahaan Pers untuk Bangun Kepercayaan Publik

images

Dewan Pers saat ini sedang memfasilitasi organisasi pers dan perusahaan pers untuk menyusun standar perusahaan pers. Dengan standar ini diharapkan tumbuh perusahaan pers yang sehat, yang bermanfaat dan dibutuhkan masyarakat, serta dapat memberi kesejahteraan kepada wartawannya.

Pernyataan ini dikemukakan Wakil Ketua Dewan Pers, Leo Batubara, dalam dialog Dewan Pers Menjawab yang disiarkan stasiun TVRI, Jakarta, Rabu, 7 November lalu, pukul 20.00 – 21.00 WIB. Dialog bertema “Perlukah Standar Perusahaan Pers?” yang dipandu Anggota Dewan Pers, Wina Armada Sukardi, ini juga menghadirkan pembicara dari Pengurus Serikat Penerbit Suratkabar (SPS) Pusat, Ridlo Eisy, dan Ketua Pelaksana Harian Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI), Jimmy Silalahi.

Dalam dialog Leo Batubara menjelaskan, agar pers dapat memberikan manfaat kepada masyarakat, dibutuhkan public trust. Hal ini hanya bisa diwujudkan jika pers memenuhi standar baik kode etik jurnalistik maupun bisnis.

Permasalahan yang akan diatur dalam standar misalnya tentang gaji wartawan. Sebuah perusahaan pers bisa dianggap memenuhi standar kalau mampu memberikan gaji yang layak kepada wartawannya. Sebab wartawan jujur dan profesional hanya bisa berkembang di perusahaan pers yang sehat dan memenuhi standar. “Hanya dengan sehat bisnis wartawan jujur bisa hidup,” tegas Leo.

Ia menjamin standar yang akan dibuat tidak mengekang kebebasan pers. Standar ini juga tidak akan memberi kewenangan kepada Dewan Pers untuk menghukum perusahaan pers. Dewan Pers akan menggunakan standar ini sebagai acuan untuk berbicara ke masyarakat jika ada pers yang tidak memenuhi standar. “Jangan khawatir kembali seperti regulasi zaman dulu,” janji Leo.

Disamping itu, melalui standar ini Dewan Pers akan menyarankan kepada pers yang tidak sehat bisnis untuk keluar saja dari bisnis pers. Sebab, menurutnya, kesuksesan pengelolaan bisnis pers akan menentukan kelangsungan perusahaan pers. “Pers harus mengacu juga ke bisnis. Agar misi idealnya berlanjut,” katanya.

Hati-Hati

Ridlo Eisy dari SPS Pusat mengaku tidak keberatan dengan penyusunan standar perusahaan pers. Apalagi saat ini banyak perusahaan pers menggaji wartawannya dengan tidak layak. Hanya saja, ia mempertanyakan, apakah perlu Dewan Pers mengesahkan standar itu dalam bentuk Peraturan Dewan Pers. Dewan Pers, menurutnya, cukup memfasilitasi penyusunan standar dan setelah itu menyerahkan ke organisasi perusahaan pers untuk ditindaklanjuti.

Ridlo mengingatkan agar pembuatan standar perusahaan pers dilakukan dengan hati-hati. Selain itu ia mengaku lebih memilih penggunaan kata ‘pedoman’ daripada ‘standar’. “Saya setuju ‘pedoman’, bukan ‘standar’. Standar ada di organisasinya (organisasi perusahaan pers),” katanya.

Di tempat yang sama Jimmy Silalahi memandang pentingnya singkronisasi menyangkut pembuatan standar ini. Singkronisasi yang dimaksud adalah antara UU No.40/1999 tentang Pers dengan UU No.32/2002 tentang Penyiaran. Sebab media penyiaran dalam soal konten akan mengacu ke UU Pers, sedangkan yang berhubungan dengan status keindustrian berpedoman pada UU Penyiaran.

Jimmy berharap standar yang disusun tidak mengatur soal verifikasi media penyiaran. “Semoga tidak masuk ke wilayah verifikasi. Karena itu sudah dilakukan KPI,” katanya.*


SMS PENONTON:
“Perusahaan pers melarang wartawan terima uang dari narasumber, tapi gaji yang diterima tidak sesuai kerja mereka, bahkan ada di bawah UMK. Apakah adil aturan ini?” (0852.42016xxx)

“Standar perusahaan pers perlu asal jangan ditunggangi kepentingan bisnis perusahaan mapan!” (0813.77318xxx)

“Standarisasi perusahaan pers perlu guna menata etika perusahaan pers yang sehat dan dapat dipercaya masyarakat. Bukan pers yang semaunya sendiri tanpa memahami kaidah-kaidah pers benar.” (0815.20328xxx)

“Perlu aturan jelas. Banyak TV lokal berdiri tanpa managemen baik, termasuk standar SDM. Masa’ security bisa jadi kameraman. Gaji dikit.” (0818.02715xxx)

“Perlu standarisasi perusahaan pers terutama di daerah yang umumnya tidak profesional dan sesungguhnya tidak punya modal, terutama wartawan.” (0813.66726xxx)

“Kalau wartawan tidak ada gajinya, ya kenapa mau jadi wartawan? Udah aja cari kerjaan yang lain yang halal, daripada melakukan pemerasan.” (0856.59400xxx)

“Memang sangatlah baik jika ada standarisasi perusahaan pers. Namun ditentukan secara bersama-sama oleh pihak terkait di daerah, termasuk isi beritanya.” (0815.43395xxx)

“Tolong wartawan jangan terlalu diintervensi, karena wartawan adalah pengontrol koruptor-koruptor yang dapat menenggelamkan negara ini.” (0852.50344xxx)

By Administrator| 15 November 2007 | berita |