Pers dan Orang Tua Bertanggung Jawab Melindungi Anak

images

JAKARTA - Hingga kini pers cetak, dan khususnya televisi, masih memuat berita, infotainmen, sinetron dan program lain yang dapat berakibat buruk terhadap anak. Misalnya menyangkut kekerasan, pornografi, atau kriminal.

Perlindungan terhadap anak kurang diperhatikan dalam berita atau program semacam itu karena ditayangkan pada jam menonton anak. Ada juga program anak namun isinya justeru tidak memberi nilai pendidikan bagi anak. Kemudian, berita kriminal di media cetak seringkali tidak menyembunyikan identitas anak yang diliput.

Menurut Anggota Dewan Pers, Bambang Harymurti, pers Indonesia saat ini memang masih bermasalah disebabkan kurangnya profesionalisme. Karena itu, Dewan Pers menganjurkan perusahaan pers untuk rutin mengadakan pelatihan etika bagi wartawannya.


“Dewan Pers mengajurkan training dilakukan di luar perusahaan pers agar ada dialog dengan wartawan lain,” kata Bambang sebagai narasumber acara Dewan Pers di Café Senayan yang disiarkan langsung oleh TVRI, 9 September lalu.

Dialog ini mengangkat tema “Anak-anak dalam Liputan Pers” dengan menghadirkan pembicara lainnya, Uni Z. Lubis, Ketua Harian Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI), dan Masnah Sari, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Sedang Wina Armada Sukardi sebagai moderator.

Kode Etik Jurnalistik tegas memberi perlindungan kepada anak, khususnya anak yang menjadi korban kejahatan susila atau menjadi pelaku kejahatan. Demikian juga Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS), yang dikeluarkan Komisi Penyiaran Indonesia, mencantumkan banyak ketentuan terhadap tayangan televisi yang menyangkut anak.

“Persoalan ini tidak hanya dibebankan kepada stasiun televisi, masyarakat juga harus ikut menjaga dan bertanggung jawab,” lanjut Bambang.

Sementara Uni Lubis mengakui, televisi banyak dikritik masyarakat. Ada beberapa tayangan yang memang dapat dianggap melanggar etika, misalnya memunculkan wawancara dengan anak yang menjadi korban kejahatan susila. Pelanggaran terjadi karena pemahaman dan ketaatan wartawan terhadap etika masih perlu terus ditingkatkan.

Di samping itu, SPS dan P3 yang dikeluarkan KPI tergolong baru bagi televisi Indonesia sehingga membutuhkan waktu untuk mengenal dan menjalankannya. “Masih bocor tapi tidak banyak,” katanya.

Pada pertengahan April 2008 lalu, KPI mengeluarkan siaran pers mengenai tayangan televisi bermasalah. Dari sekian puluh program anak, masih ada tiga yang dianggap jelek, salah satunya sinetron Si Entong yang disiarkan TPI. Berarti, menurut Uni, lebih banyak program yang baik bagi anak. “Yang penting harus diingatkan terus menerus,” ujarnya.

Televisi, menurutnya, harus didorong untuk membuat berita tentang anak tidak hanya sekadar peristiwa tetapi yang dapat memberi makna. Contohnya liputan tentang pendidikan dan pretasi anak-anak.

Di tempat yang sama, Masnah Sari mengungkapkan, KPAI yang dipimpinnya mencatat ada 485 kasus yang melibatkan anak dalam pemberitaan pers. Dari jumlah tersebut 67 di antaranya tentang anak yang menjadi korban perkosaan.

Secara khusus Masnah mempersoalkan banyaknya liputan perceraian orang tua yang disangkut-pautkan dengan anak. Selain itu, ada program televisi yang mengikutsertakan anak sebagai peserta dan disiarkan hingga tengah malam. “Eksploitasi anak karena menyita waktu anak-anak,” nilainya.*

SMS Pemirsa:

“Tolong perhatian terhadap anak ini jangan hanya di perkotaan saja. Di perdesaan pun sangat banyak anak yang belum terpenuhi haknya.” (0852.68733xxx)

“Saya kira semua ada baik buruknya, begitu juga tentang pers. Tapi yang lebih penting bagaimana menyikapi masalah yang ada. Toh pers juga punya kepentingan finansial, tidak semata-mata menyampaikan berita.” (0852.22721xxx)

“Tolong jangan ditayangkan infotainmen selebriti pamer kawin cerai, seolah buat contoh bagi generasi muda.” (0828.7219xxx)

“Pers selalu menyuguhkan berita yang tidak mendidik pada anak-anak, sehingga para anak tidak menikmati info yang mendidik. Seperti berita kriminal dan lain sebagainya.” (0812.45596xxx)

“Lebih baik anak membaca media cetak daripada menonton tv.” (0852.75778xxx)

“Kami mohon agar sinetron percintaan jangan ditayangkan sore, mengganggu anak yang baru belajar.” (0813.29639xxx)

By Administrator| 23 September 2008 | berita |