Waspadai Gugatan Perdata Berlebihan terhadap Pers

images

Jakarta (Berita Dewan Pers) - Pers saat ini perlu mewaspadai bukan hanya ancaman hukuman penjara atau kriminalisasi tetapi juga gugatan ganti rugi yang berlebihan dari mereka yang merasa dirugikan oleh berita pers.
Prof. Ahmad M. Ramli menyampaikan hal itu saat menjadi narasumber diskusi “Kajian Undang-Undang No. 40/199 tentang Pers” yang digelar Dewan Pers di Jakarta, Kamis (29/05/2010).

Diskusi yang dipandu Ketua Komisi Hukum dan Perundang-Undangan, Dewan Pers, Wina Armada Sukardi, ini merupakan yang keempat dari tujuh diskusi tentang UU Pers yang direncanakan. Tiga guru besar hadir sebagai narasumber yaitu Prof. Indrianto Seno Aji, Prof. Ahmad M. Ramli, dan Prof. Ibnu Hamad. Diskusi sebelumnya menghadirkan narasumber dari organisasi pers, perusahaan pers, dan penegak hukum.

Ketentuan di dalam Pasal 18 UU Pers mengenai denda paling banyak Rp500 juta kepada perusahaan pers, menurut Ramli, merupakan ketentuan pidana, bukan perdata. Faktanya, saat ini muncul banyak gugatan ganti rugi secara perdata kepada pers.  

Ia dapat memahami usulan agar gugatan ganti rugi kepada pers dibatasi jumlahnya. Misalnya berdasarkan tiras surat kabar bersangkutan sebagaimana berlaku di beberapa negara lain. Kendala dapat muncul apabila media pers tersebut bersifat online, meskipun tetap bisa dihitung nilainya.

Ramli mencatat, sejak tidak berlakunya ketentuan tentang Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP), bersamaan dengan datangnya Reformasi, pers benar-benar menikmati kebebasannya. Namun, belakangan ini kebebasan pers mulai terganggu. Mekanisme yang tersedia dalam penyelesaian sengketa pers, seperti penggunaan Hak Jawab, tak dipergunakan oleh mereka yang merasa nama baiknya tercemar karena berita. Pers sering digugat, termasuk gugatan perdata yang nilai ganti ruginya sangat banyak.

Publikasi fakta

Indianto Seno Aji mengingatkan, ancaman hukuman terhadap pers hanya dimungkinkan jika langsung menyangkut opini yang dilakukan pers dan tidak karena publikasi atas fakta. Pers tidak dapat dituntut telah melakukan pencemaran nama baik apabila menyebut seseorang sebagai koruptor karena ada fakta sebelumnya bahwa ia dinyatakan oleh penegak hukum sebagai koruptor.

Sesuai UU Pers, Ibnu Hamad menyatakan, pers saat ini merupakan gabungan antara lembaga sosial dan ekonomi. Setiap penerbitan pers harus mendirikan badan usaha. Artinya, gerak dasar media sangat dipengaruhi kapitalisme murni yang tunduk pada mekanisme pasar. Sehingga, para pengusaha di bidang pers beroreintasi pada keuntungan politik-ekonomi.

Ia mengusulkan perlunya pengaturan yang seimbang dalam hal kebebasan bermedia atau keekonomian, kemerdekaan isi atau kejurnalistikan, dan aspek hukum serta etika pers.

By Administrator| 16 Juni 2010 | berita |