Dewan Pers: Kasus Erwin terkait Kebebasan Pers

images

Jakarta (Berita Dewan Pers) – Dewan Pers mendukung upaya Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan mantan Pemimpin Redaksi Playboy Indonesia, Erwin Arnada, yang divonis dua tahun penjara oleh Mahkamah Agung (MA). Sebab, kasus ini terkait dengan kebebasan pers.

 

“Bukan karena an sich Playboy, tapi kalau ini ditolerir, kebebasan persnya yang menjadi korban,” kata Wakil Ketua Dewan Pers, Bambang Harymurti, saat jumpa pers di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Senin (6/09/2010). Kuasa hukum Erwin, Todung Mulya Lubis, serta Anggota Dewan Pers, Zulfiani Lubis dan Wina Armada Sukardi, turut hadir.

 

Dewan Pers, menurut Bambang, prihatin terhadap vonis penjara dua tahun terhadap Erwin. Apalagi, Erwin awalnya diputuskan bebas oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Ia yakin ada kesalahan penerapan hukum dalam putusan Mahkamah Agung.

Bambang menambahkan, selama ini Dewan Pers cukup tegas untuk memisahkan antara penerbitan pornografis yang semata-mata bertujuan membangkitkan nafsu birahi dan penerbitan pers untuk kalangan dewasa. Playboy Indonesia dalam penilaiannya berbeda dengan Playboy Amerika. “Kita obyektif melihat produknya, bukan namanya. Dan karena (Playboy Indonesia) karya jurnalistik, seharusnya berlaku UU Pers,” kata mantan Pemimpin Redaksi majalah Tempo ini.


Todung Mulya Lubis melihat ada dampak serius terhadap kebebasan pers apabila putusan penjara dua tahun terhadap Erwin dieksekusi. Menurutnya, kasus ini sangat prinsipil, tidak hanya menyangkut Playboy Indonesia, tapi kebebasan pers. Kriminalisasi terhadap Erwin dapat menggerus dan menegasi kebebasan pers dan kebebasan ekspresi.


Memori PK untuk perkara Erwin telah diajukan ke pengadilan. Memori tersebut, Todung melanjutkan, setidaknya memuat tiga hal yang menunjukkan kesalahan penerapan hukum yang dilakukan MA. Pertama, hakim MA tidak menggunakan UU Pers sebagai UU yang lex specialist. Kedua, hakim keliru menyatakan UU Pers hanya menyangkut berita dan opini serta tidak menyangkut kesusilaan.

Ketiga, tidak ada pertimbangan hukum dari MA yang merujuk pada pendapat saksi ahli dari Dewan Pers. Padahal MA telah mengeluarkan Surat Edaran yang menguatkan kehadiran ahli dari Dewan Pers dalam kasus pers. “Inilah kekeliruan fundamental dari hakim,” tegasnya.

Todung telah mengirim surat kepada Jaksa Agung untuk memohon penundaan eksekusi terhadap Erwin sampai ada putusan PK dari MA. Sebelumnya Dewan Pers juga mengirim surat kepada Presiden mengenai penundaan eksekusi tersebut.

Zulfiani Lubis menjelaskan, tahun 2006 Dewan Pers mengeluarkan pernyataan yang menegaskan bahwa Playboy Indonesia adalah produk pers. Saat itu tidak ditemukan pelanggaran kode etik yang dilakukan Playboy. Namun, Dewan Pers memperingatkan pengelola Playboy untuk menjual majalahnya sesuai dengan segmen pembaca dewasa yang dituju. “Semua rekomendasi Dewan Pers dijalankan oleh Playboy,” katanya.*

By Administrator| 06 September 2010 | berita |