UUD 1945 Sebagai Konstitusi Sosial

images

Bandung (Berita Dewan Pers) - Konstitusi atau Undang-Undang Dasar modern tidak semata-mata mengatur dasar organisasi negara atau kekuasaan, namun juga mengatur hak-hak rakyat dan kepentingan rakyat di luar politik yaitu kesejahteraan, kemakmuran, dan keadilan sosial. Undang-Undang Dasar 1945 yang dimiliki Indonesia termasuk konstitusi sosial. Menurut UUD 1945, negara dan pemerintah dibentuk untuk mewujudkan kesejahteraan, sebesar-besarnya kemakmuran dan keadilan sosial.

Pandangan tersebut disampaikan guru besar tetap pada Universitas Padjadjaran dan juga Ketua Dewan Pers, Bagir Manan, di Bandung, Jawa Barat (6/10/2011). Bagir menyampaikan pidato mengakhiri jabatan (retired speech) bertema “Menemukan Kembali Undang-Undang Dasar 1945”, setebal 38 halaman buku. Hadir dalam acara ini, antara lain, Ketua Mahkamah Konstitusi, Moh Mahfud MD, Wakil Ketua Dewan Pers, Bambang Harymurti, Rektor Universitas Padjadjaran, Ganjar Kurnia.

Dalam pidatonya, Bagir Manan menyatakan, di era Reformasi ini UUD 1945 belum dilaksanakan sebagaimana mestinya, karena staatsidee dari UUD 1945 tidak dijalankan. Staatsidee UUD 1945 itu berupa nilai, pandangan, dasar dan asas yang termuat di dalamnya.

Menurutnya, framers of the Republic dan framers of the Constitution telah menyepakati dasar filosofi negara, demokrasi sosial yang menjamin keadilan sosial, asas negara kekeluargaan serta menolak liberalisme dan individualisme. Hal-hal itu merupakan kandungan dasar UUD 1945. Tidak menjalankannya, seperti kecenderungan pada liberalisme dan market oriented, merupakan penyimpangan bahkan pelanggaran terhadap UUD 1945. “Undang-Undang Dasar 1945 termasuk konstitusi sosial,” tegasnya.

Bagir Manan berpendapat, sedikitnya ada tiga sumber kelemahan UUD 1945. Pertama, sejumlah materi muatan perubahan UUD 1945 tidak berjalan seiring dengan konsepsi dasar UUD 1945. Misalnya tentang sistem pemerintahan yang bercampur antara sistem presidensil dan sistem parlementer.

Kedua, kelemahan bersumber pada undang-undang, terutama undang-undang organik. Semestinya, undang-undang yang dibuat sejalan dengan dasar, asas, dan prinsip UUD 1945. Namun, yang terjadi tidak selalu begitu. Misalnya, undang-undang tentang kepartaian dan pemilihan umum yang tidak sejalan dengan prinsip-prinsip pemerintahan yang diatur UUD 1945.

Ketiga, tingkah laku politik yang kurang mencerminkan dasar-dasar, asas-asas atau staatsidee UUD 1945. Ini dapat disebabkan karena sistem kepartaian dan sistem pemilihan umum. Misalnya, pembentukan kabinet koalisi partai yang tidak cocok dengan sistem kabinet pemerintahan presidensil. “Karena itu, tidak mengherankan semua penyakit koalisi melekat pada pemerintahan kita,” kata Guru Besar Bidang Ilmu Hukum Tata Negara ini.

Menyingung soal pers, Bagir menegaskan kecintaannya terhadap pers merdeka atau pers bebas. “Pers bebas adalah pilar demokrasi yang bertugas mengawal perjalanan bangsa dan negara agar senantiasa berjalan menuju terwujudnya sendi-sendi demokrasi, negara hukum dan kesejahteraan umum serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”*

By Administrator| 07 Oktober 2011 | berita |