Dukung Terus Pencegahan Terorisme

images

“Keterlibatan setiap elemen dalam masyarakat , terutama masyarakat pers adalah kunci keberhasilan program tersebut”, ujarnya.

 

Jimmy Silalahi menyampaikan penegasan itu ketika ia menjadi narasumber dalam acara Literasi Media sebagai Upaya Cegah dan Tangkal Radikalisme dan Terorisme di Masyarakat serta Visit Media oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Forum Komunikasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Kalimantan Timur ke sejumlah kantor media di Kota Samarinda Rabu dan Kamis (19-20/7/2017).

Salah satu bentuk pencegahan terorisme terbaru yang harus didukung, menurut Jimmy, adalah pemblokiran media sosial tertentu dalam rangka memerangi radikalisme dan terorisme. “Itu bukan kemunduran dalam berdemokrasi karena faktanya penyebarluasan paham radikal terorisme saat ini banyak dilakukan melalui media sosial,” katanya.

Jimmy juga meyakinkan pemblokiran yang dilakukan oleh Pemerintah dengan pertimbangan yang sangat matang, dalam rangka upaya mencegah dan menangkal gejala redikalisme dan terorisme.

Edukasi

Terkait peran pers, Jimmy yang hadir dalam visit media di Radio Dakwah Darussalam dan Grup Kaltim Pos, mendorong penyebarluasan berita yang menedukasi pembaca, yang tidak melenceng dari UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik. “Dan yang terpenting terus sebarkan berita yang mengedukasi, bukan berita yang justru ikut membagikan pesan kengerian atas aksi-aksi terorisme,” ujarnya.

Jimmy menambahkan, “bersama BNPT kami sudah berkeliling ke 32 provinsi, dan yang kami pesankan sama. Kenapa? Karena pemberitaan media dijadikan senjata baru teroris untuk mencapai target-targetnya, salah satunya yaitu terciptanya ketakutan di masyarakat atas aksi terorisme di lokasi tertentu. Media jangan menjadi corong teroris.”

Kepala Radio Dakwah Darussalam, Sayid Alwy, mengaku senang mendapatkan kunjungan dan masukan dari Dewan Pers agar media yang dipimpinnya ikut terlibat dalam pencegahan terorisme. “Visi BNPT dan FKPT Kalimantan Timur sebenarnya sama dengan kami. Jadi kami senang atas kunjungan ini dan siap bekerjasama untuk mencegah Kalimantan Timur, khsusnya Samarinda terbebas dari terorisme,” ungkap Alwy.

Visit Media merupakan salah satu metode yang dipilih BNPT dan FKPT se-Indonesia dalam kegiatan Pelibatan Media Massa Pers dalam Pencegahan Terorisme, yang diselenggarakan BNPT dan FKPT di 32 provinsi se-Indonesia.

Satu metode lainnya adalah dialog Literasi Media sebagai Upaya Cegah dan Tangkal Radikalisme dan Terorisme di Masyarakat. Selain dua metode tersebut BNPT dan FKPT juga menyelenggarakan lomba karya tulis untuk kalangan jurnalis, dengan tema besar kearifan lokal sebagai sarana pencegahan terorisme. (wartakota. tribunnews.com)

 

 

 

 

 

Sejumlah Media Cetak Bertransformasi

Jadi Media”Online”

 

Berdasarkan data Serikat Perusahaan Pers (SPS), dalam lima tahun terakhir ada 100- an media cetak gulung tikar, dari total 500-an media cetak anggota SPS. Hal ini, kata Ketua Harian SPS Ahmad Djauhar, diprediksi akan berlangsung hingga akhir 2017.

Selama ini, katanya, biaya operasional media cetak didukung dari pendapatan iklan. Namun, pendapatan iklan di media cetak turun drastis, rata-rata hingga menyentuh 40 persen.

”Banyak koran, terutama koran daerah, yang akhirnya tutup karena tak mampu lagi menopang biaya operasional cetak. Paling besar didominasi majalah,” ujar Wakil Ketua Dewan Pers itu.

Dalam kondisi iklan yang terus turun, sejumlah media cetak tetap berusaha bertahan dengan bertransformasi menjadi media online (daring). Ketua Dewan Pers Yosep Stanley Adi Prasetyo mengakui hal ini. Beberapa waktu lalu ada permintaan dari SPS agar media-media online di Pekanbaru, Riau, bisa ikut masuk menjadi anggota SPS yang selama ini hanya beranggotakan media cetak.

Perkembangan media online dalam beberapa tahun terakhir sangat pesat. Sebagian media online besar tahun ini membentuk Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI). Mereka kini sedang menyiapkan diri untuk turut bergabung menjadi konstituen Dewan Pers.

 

Hindari PHK

Sementara itu, di tengah kemelut sejumlah industri media, Dewan Pers mengimbau agar perusahaan media tetap memperhatikan hakhak pekerja media. Opsi pemutusan hubungan kerja sebisa mungkin mesti dihindari. Kalaupun pilihan pahit itu harus diambil, perusahaan wajib memberikan pesangon sesuai aturan yang ada. Demikian Ketua Dewan Pers Yosep Stanley Adi Prasetyo menyikapi merebaknya kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) para pekerja media akhirakhir ini.

”Para pemilik media kalau bisa jangan sampai melakukan PHK, tetapi menyalurkan wartawan atau pekerja media ke (unit-unit) media mereka yang masih hidup. Kalaupun tidak ada jalan lain, mereka harus memikirkan pilihan yang terbaik, jangan sampai mereka memberikan pesangon seenaknya tanpa berlandaskan perundang-undangan,” katanya, akhir Juni 2017 di Jakarta.

Menurut Stanley, pekerja media, khususnya jurnalis, termasuk dalam kelompok pekerja profesional ”kerah putih”. Namun, fakta di lapangan, banyak industri media memberlakukan mereka seperti halnya pekerja ”kerah biru” (kegiatannya didominasi aktivitas manual).

”Jangan sampai pemilik media memberikan pesangon seenaknya menggunakan perundangundangan ketenagakerjaan ’kerah biru’. Semestinya standar kesejahteraan jurnalis di atas itu,” ujar Stanley. (dipetik dari Kompas)

 

 

 

 

 

 

Dewan Pers Menyikapi

Media Abal-abal

Oleh: Sabam Leo Batubara

 

Jumlah media sekarang ini mencapai 2000 media cetak (320 terverifikasi), 674 media radio, 523 media televisi, dan 43.300 media online (68 terverifikasi).

Sesuai dengan Peraturan Dewan Pers yang memedomani UU No. 40/1999 tentang Pers, media dinilai lolos verifikasi jika komit memenuhi Standar Perusahaan Pers, komit memenuhi Standar Kompetensi Wartawan, komit mematuhi Kode Etik Jurnalistik dan komit mematuhi Standar Perlindungan Profesi Wartawan (hasil kesepakatan Piagam Palembang, 9 Februari 2010).

Bagaimana membedakan bahwa dari jumlah media tersebut di atas itu media yang dapat dinilai media profesional dan abal-abal? Media yang dari segi kelembagaan memenuhi ketentuan Pasal 9 Ayat (2) Undang-Undang No 40 Tahun 1999 tentang Pers yang berbunyi “Setiap perusahaan ers harus berbentuk badan hukum Indonesia” dan Pasal 12 yang berbunyi “Perusahaan pers wajib mengumumkan nama, alamat dan penanggung jawab secara terbuka melalui media yang bersangkutan; khusus untuk penerbitan pers ditambah nama dan alamat percetakan”.

Kemudian dari segi jurnalisme memenuhi ketentuan Pasal 2 Undang-Undang No 40 Tahun 1999 tentang Pers yang berbunyi “Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan dan superemasi hukum”, Pasal 3 Ayat (1): “Pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan komunikasi sosial”, Ayat (2): Disamping fugnsi-fungsi tersebut Ayat (1), pers nasional daat berfungsi sebagai lembaga ekonomi”;

Kemudian Pasal 4 Ayat (1): “Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara”; Ayat (2): “Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran”; Ayat (3):“Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh dan menyebarluaskan gagasan dan i nformasi”; Ayat ( 4 ) :“Dalam mempertangungjawablkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak”.

Selanjutnya Pasal 5 Ayat (1): “Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesesusilaan serta asas praduga tak bersalah” ; Ayat (2) “Pers wajib melayani Hak Jawab; Ayat (3) Pers wajib melsayani Hak Koreksi”;

Lalu Pasal 6: Pers nasional melaksanakan perananannya sebagai berikut: a.memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui; b. menegakkan ni l a i -nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan Hak Asasi Manusia, serta menghormati kebhinekaan; mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tept, akurat dan benar; melakukan pengawasan, kritik, koreksi dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum; memperjuangkan keadilan dan kebenaran.

Kemudian Pasal 7 Ayat (2): “Wartawan memiliki dan menaati Kode Etik Jurnalistik” sesuai dengan amanat Menimbang pada huruf c UU Pers” “bahwa pers nasional sebagai wahana komunikasi, penyebar informasi dan pembentuk opini harus dapat melaksanakan asas, fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya dfengan sebaik-baiknya berdasarkan kemerdekaan pers yang profesional, sehingga harus mendapat jaminan dan perlindungan hukum serta bebas dari campur tangan dan paksaan dari mana pun”.

Dengan demikian media yang dari segi kelembagaan dan jurnalisme tidak memenuhi ketentuan di atas adalah media abal-abal.

PPR Dewan Pers

Menyikapi ribuan kasuskasus pemberitaan yang diadukan ke Dewan Pers sejak tahun 2000 terproyeksi 7 (tujuh) jenis Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi (PPR) yang dikeluarkan Dewan Pers terkait pengaduan itu.

Pertama, media yang diadukan dinilai tidak melanggar Kode Etik Jurnalistik. Kedua, media wajib melayani hak jawab, karena antara lain tidak berimbang. Ketiga, media wajib melayani hak jawab dan minta maaf karena beritanya menghakimi, fitnah dan atau bohong. Keempat, media terindikasi melanggar UU Pers karena melabrak Pasal 5 ayat (1) dan (2), Pasal 13, Pasal 9 ayat (2) dan atau Pasal 12. Pengadu direkomendasi untuk mengadukan media ke jalur hukum mempedomani Pasal 18 ayat (2) dan (3) dengan ancaman pidana denda ratusan juta rupiah.

Kemudian kelima, media terindikasi melanggar UU lain di luar UU Pers. Pemberitaannya dinilai tidak bertujuan untuk memenuhi kepentingan umum, bermuatan itikad buruk, tidak berstandar jurnalistik dan atau melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan fungsi dan peran pers berdasarkan Pasal 3 dan 6 UU Pers. Pengadu direkomendasi untuk menempuh mekanisme hukum lainnya. Keenam, media dinilai tidak memenuhi kriteria media pers baik dari segi kelembagaan maupun segi jurnalisme. Pengaduan terhadap media jenis ini menjadi urusan penegak hukum. Ketujuh, media dinilai terlibat dalam sengketa non berita. Sengketa antara wartawan dengan petugas unit organisasi tertentu, misalnya, didamaikan oleh Dewan Pers.

Menarik untuk menganalisis PPR Dewan Pers selama tujuh belas tahun lebih enam bulan itu. Pada sebelas tahun pertama (2000-2010) tercatat 2.741 surat pengaduan, dan 33 PPR, diluar risalah penyelesaian sebagai hasil mediasi dan ajudikasi Dewan Pers. Pada periode ini sepertinya invasi media abal-abal belum terjadi atau setidaknya belum mencolok. Indikatornya belum ada media yang dinilai dapat diproses ke jalur hukum, karena melanggar UU Pers dan atau UU lain.

Akan tetapi, sebagai akibat semakin banyaknya media abalabal beroperasi, maka pada enam tahun enam bulan ini (2011 – 14 Juni 2017) dari 4.163 media yang diadukan ke Dewan Pers tercatat 54 media yang terindikasi melanggar hukum, 14 media melanggar UU Pers, 32 media melanggar UU lain, dan 8 media dinilai tidak memenuhi kriteria Pers.

Dari paparan tersebut di atas setidaknya dapat disimpulkan bahwa untuk mencegah merajalelanya media yang menjadi penumpang gelap kemerdekaan pers itu -- yang pada gilirannya merugikan masyarakat -- tindak lanjut 4 (empat) kesepakatan Piagam Palembang sebagaimana disebutkan di awal tulisan ini semakin mendesak untuk dilaksanakan secara optimal. Hak masyarakat untuk mengetahui media mana yang menaati UU Pers wajib dipenuhi oleh Dewan Pers . Program ini semestinya menjadi prioritas utama!***

Sabam Le o Batubara, Wakil Ketua Dewan Pers 2006-2010

By AdminMediaCentre| 25 September 2018 | berita |