Disesalkan, Peretasan Laman Dewan Pers

images

Laman tersebut dinilai penting karena acap dijadikan rujukan orang untuk memeriksa sejumlah hal terkait pers. “Kami menyesalkan lah, menurut saya peretasan itu tidak bijaksana orang yang memilih situs Dewan Pers,” kata pria yang akrab disapa Stanley itu saat dihubungi di Jakarta, Rabu (31/5/2017).

 

“Situs itu kan untuk kepentingan publik, misalnya orang bisa mengecek seseorang wartawan abal-abal atau bukan, medianya terdaftar di Dewan Pers atau tidak,” dia menambahkan. Seperti diwartakan banyak media, laman Dewan Pers sempat tidak bisa diakses pada 31 Mei 2017 setelah pukul 08.44 WIB. Laman

itu langsung menunjukkan pesan dengan huruf merah berlatar hitam serta lambang Garuda Pancasila berwarna merah yang terkoyak di atasnya.Laman yang diretas itu segera diperbaiki.

 

Dalam perkembanganya, Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim  berhasil menangkap pria berinisial AS (28) yang diduga  meretas laman resmi Dewan Pers tersebut. AS telah meretas 100 situs, termasuk milik pemerintah.    “Tadi malam, kita melakukan penangkapan yang men-deface web Dewan Pers,” kata Kasubdit II Dit Tipidkor Bareskrim Kombes Himawan Bayu Aji di kantornya, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Jumat (9/6/2017).

 

Banyak Peraturan Lebih lanjut, Stanley mengatakan, di laman Dewan Pers juga terdapat banyak peraturan dan seruan terkait pers Indonesia, yang

kerap dijadikan referensi untuk pemeriksaan berbagai hal, sehingga disayangkan menjadi sasaran peretasan. Kendati demikian, terkait pesan yang diunggah oleh peretas di laman Dewan Pers mengenai keprihatinan terhadap kondisi bangsa saat ini, Stanley mengaku ia dan rekan-rekannya di Dewan Pers juga merasakan hal yang sama.

 

   “Kalau pesan yang disampaikan dalam peretasan itu sih kami juga prihatin dengan kondisi Indonesia, kami setuju saja,” kata Stanley seperti dikutip dari Antara.   “Cuma kenapa kok sasarannya Dewan Pers, entah pelakunya sudah memperhitungkan belum apa dampaknya terhadap publik yang biasa mengunjungi situs Dewan Pers,” ujar Stanley. (liputan6. com/detik.com)’

 

 

 

 

 

 

 

 

Bupati Lumajang Dukung Surat Edaran Dewan Pers

Bupati Lumajang, Jawa Timur, As’at menanggapi positif surat edaran  Dewan Pers  tentang larangan bagi pejabat memberikan tunjangan hari raya (THR) kepada wartawan maupun organisasi jurnalis. “Saya menyambut baik, walaupun itu tidak harus ditafsiri sendiri,” kata As’at, Jumat  (9/6/2017).  

     Dewan Pers mengirimkan surat

edaran kepada Biro Humas dan Protokoler Pemerintah Kabupaten dan Kota se-Indonesia. Dewan Pers mengimbau untuk tidak melayani permintaan THR, permintaan barang dan permintaan sumbangan dalam bentuk apapun yang diajukan oleh organisasi wartawan.

 

Imbauan Dewan Pers dilandasi sikap moral dan etika profesi jurnalis

dalam menjaga kepercayaan publik serta menegakkan integritas profesionalisme kewartawanan. “Juga untuk mendukung upaya pemberantasan praktek korupsi yang sedang marak saat ini,” kata Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo.

 

Dewan Pers, kata Yosep, tidak dapat membiarkan praktek tidak terpuji di mana wartawan, perusahaan pers, atau organisasi wartawan yang banyak bermunculan belakangan ini meminta-minta sumbangan bingkisan ataupun THR.

 

Bupati As’at  berjanji memperhatikan edaran tersebut karena menyangkut penggunaan anggaran. “Kalau anggaran tidak diurus dengan hati-hati akan terjadi double accounting, sudah dapat fasilitas ini masih dapat fasilitas ini, fasilitas itu,” kata As’at.

As’at menilai, netralitas wartawan adalah wajib. Jangan sampai gara-gara tidak diberi THR wartawan kemudian subyektif dalam memberitakan tentang apa yang sudah dia kerjakan pemerintah untuk masyarakat. (TEMPO.CO)

 

 

 

 

Dibutuhkan Self Censorship dalam Peliputan Terorisme

Ketua Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo, mengungkapkan pentingnya setiap awak media massa memiliki self censorship dalam peliputan isu-isu terorisme. Hal ini dikatakan Yoseph saat menjadi narasumber dalam forum Diseminasi Pedoman Peliputan Terorisme dan Peningkatan Profesionalisme Media Massa Pers dalam Meliput Isu-isu Terorisme di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, Kamis (16/6/2016).

 

kemampuan menyaring. Ketika awak media mendapatkan informasi penting, misalkan dari intelijen, dia harus bisa menyaring mana yang bisa disiarkan dan mana yang tidak,” ungkap Yosep melalui keterangan tertulis. Yoseph yang kesehariannya akrab disapa Stanley juga mengatakan, self censorship penting untuk membantu keberhasilan operasi yang dilaksanakan oleh aparat penegak hukum. Kecerobohan awak media massa dengan menyiarkan semua informasi yang diterimanya, dikhawatirkan justru membantu target operasi aparat melarikan diri.

“Saya pernah satu panel dengan Nasir Abbas, mantan Komandan Mantiqi III Jamaah Islamiyah. Dia bercerita, untuk bisa terus kabur dari kejaran aparat kelompoknya salah satunya memantau pemberitaan media massa,” jelas Stanley. Dalam peliputan isu-isu terorisme, masih kata Stanley, self censorship juga dibutuhkan untuk mencegah munculnya teror baru bagi masyarakat. Hal ini disampaikannya dengan mencontohkan beredarnya habar hoax di media sosial saat terjadi ledakan bom di kawasan Thamrin, Jakarta, awal tahun 2016 lalu.

 

  “Ketika awak media menerima informasi dari media sosial, biasanya forward dari satu tangan ke tangan lainnya, jangan langsung diberitakan. Saring dulu, cek dan ricek dulu kebenarannya. Jangan sampai berita yang disiarkan justru menimbulkan ketakutan baru masyarakat,” pungkas Stanley. (okezone.com)

By AdminMediaCentre| 25 September 2018 | berita |