Seruan Dewan Pers tentang Menghindari Eksploitasi Pemberitaan Keluarga Tersangka Kasus Hukum

Seruan Dewan Pers tentang Menghindari Eksploitasi Pemberitaan Keluarga Tersangka Kasus Hukum
18 Juli 2015 | Administrator

Seruan Dewan Pers
tentang
Menghindari Eksploitasi Pemberitaan
Keluarga Tersangka Kasus Hukum


Sejak terjadi tragedi peledakan bom di Bali dan Manado pada 12 Oktober 2002, media pers setiap hari menyiarkan kelanjutan (follow up) pemberitaan tentang peristiwa tersebut. Di antara objek pemberitaan itu adalah pemeriksaan para tersangka dari kejadian tersebut.

Sehubungan dengan kegiatan peliputan hal-hal yang berkaitan dengan peristiwa ini, tidak terhindarkan kemungkinan pemberitaan tentang anggota keluarga dekat tersangka. Dapatlah dipahami bahwa pemberitaan tentang mereka sering mengandung unsur-unsur human interest yang menarik perhatian khalayak pembaca, pendengar, atau penonton.

Akan tetapi, Dewan Pers perlu mengingatkan rekan-rekan pengelola media pers agar tetap memperhatikan dan menghormati kehidupan privat (privacy) anggota keluarga tersebut. Dewan Pers berharap bahwa citra anggota keluarga tersangka dapat terhindar dari kemungkinan tercemar oleh pemberitaan yang dapat merugikan mereka.

Dengan demikian, perlu dihindari upaya-upaya peliputan yang secara berlebihan mengeksploitasi pemberitaan tentang keluarga dekat tersangka, sepanjang mereka tidak terkait dengan perbuatan yang dituduhkan kepada tersangka.

Oleh karena itu, Dewan Pers mempertanyakan, misalnya, relevansi pemuatan foto Mira Agustina, istri Umar Al-Faruq, tersangka dalam kegiatan terorisme di Indonesia, oleh majalah berita mingguan Tempo pada edisi 4—10 November 2002 di halaman muka dan halaman 25. Pada atau di atas foto tercantum judul “Men(y)elusuri Jejak Jamaah Islamiyah,” tetapi tulisan yang melengkapi foto itu tidak bersangkut-paut dengan foto tersebut.

Dewan Pers juga ingin mengingatkan rekan-rekan pengelola media pers agar lebih-lebih lagi melindungi citra anak-anak tersangka, terutama kanak-kanak “di bawah umur” atau berusia kurang dari 16 tahun.

Wawancara dengan kanak-kanak “di bawah umur”, bila wawancara itu berkaitan dengan kehidupan pribadi mereka atau keluarga mereka, lazimnya hanya dilakukan jika mereka didampingi oleh orang tua atau wali mereka. Apabila wawancara dilakukan di sekolah, mereka sebaiknya didampingi oleh kepala sekolah atau guru yang ditugasi mewakili kepala sekolah.

Kanak-kanak lazimnya didampingi orang tua, wali, kepala sekolah, atau guru penanggung jawab ketika menghadapi wawancara oleh media pers karena mereka dianggap belum memiliki tanggung jawab sepenuhnya sebagaimana layaknya orang dewasa.

Kehati-hatian dalam peliputan anggota keluarga dekat tersangka, atau tertuduh, atau terpidana juga berlaku dalam pembuatan laporan jurnalistik bagi kasus-kasus hukum lainnya. Dengan bersikap cermat dan hati-hati dalam peliputan peristiwa seperti ini, media pers diharapkan dapat terhindar dari kemungkinan pelanggaran kode etik jurnalistik.

Jakarta, 14 November 2002
Dewan Pers

dto

Atmakusumah Astraatmadja
Ketua