Diperlukan Standar Gaji Wartawan

images

Masih banyak wartawan yang bergaji rendah, di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP). Padahal wartawan selalu dituntut profesional. Tuntutan itu akan sulit tercapai jika wartawan digaji secara tak layak.

Profesi wartawan merupakan kerja intelektual. Karena itu, selain kebutuhan hidup sehari-hari, wartawan membutuhkan masukan untuk peningkatan intelektualnya seperti membeli buku dan berlangganan suratkabar. Standar UMP belum cukup untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Karena itu, untuk mendorong peningkatan gaji wartawan, perlu disusun Standar Gaji Wartawan. Standar ini akan menjadi parameter bagi berbagai pihak dalam memperjuangkan gaji wartawan yang layak.

Demikian intisari dialog Dewan Pers Menjawab yang disiarkan langsung oleh Stasiun TVRI, Rabu, 4 Oktober lalu. Hadir sebagai narasumber yaitu Anggota Dewan Pers, Santoso, Ketua Pelaksana Harian Serikat Penerbit Suratkabar (SPS) Pusat, Mahtum Mastoem, dan Sekretaris Jenderal Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Abdul Manan. Dialog dipandu oleh Hinca IP Pandjaitan, Anggota Dewan Pers.

Dialog ini didahului penyampaian hasil survei AJI mengenai kondisi media massa di Indonesia. Survei dilakukan terhadap 400 wartawan yang bekerja di 77 media massa dan tersebar di 17 provinsi. Salah satu data yang diperoleh dari survei ini, Manan menyebutkan, ternyata 25\% wartawan saat ini mendapat gaji rata-rata Rp.1– Rp.1,3 juta perbulan. Bahkan ada yang masih menerima gaji di bawah Rp.200 ribu perbulan.

AJI sendiri, menurut Manan, telah menetapkan gaji layak bagi wartawan sebesar tiga kali UMP. Gaji tersebut sebanding dengan tanggung jawab wartawan yang besar. “Berita wartawan sangat menentukan banyak orang,” katanya.

Untuk memperjuangkan peningkatan gaji wartawan, Manan mengusulkan agar Dewan Pers dapat memfasilitasi komunitas pers untuk menyusun Standar Gaji Wartawan.

“Standar Gaji Wartawan perlu tapi jangan kaku. Spiritnya jangan ada perlakuan semena-mena terhadap wartawan. Selain itu (agar) ada parameter yang bisa digunakan. Standar dimaksud juga agar asosiasi wartawan bisa memperjuangkan”, komentar Santoso.

Sementara itu menanggapi masalah gaji Mahtum menyatakan besarnya sangat tergantung dengan kondisi daerah, keuangan perusahaan, dan kebijakan pimpinan media yang bersangkutan. Yang pasti, untuk mendirikan suratkabar saat ini, diperlukan setidaknya Rp.100-150 juta perbulan. Hitung-hitungan Mahtum, dana tersebut digunakan untuk menggaji 30 karyawan ---dengan gaji rata-rata Rp.1 juta---, biaya operasional, plus dana cetak.

Karena besarnya modal yang dibutuhkan untuk mendirikan suratkabar serta tuntutan pemberian gaji yang layak bagi wartawan, maka Dewan Pers menurut Santoso selalu mengingatkan bahwa mendirikan media perlu modal yang mencukupi sampai tiga tahun.*

By Administrator| 08 November 2006 | berita |