Hak Jawab Tak Sulit Dilakukan

images

YOGYA- Kemerdekaan pers seharusnya dapat menghasilkan pers yang profesional dan bermartabat. Namun yang terjadi sebaliknya, makin banyak wartawan yang tidak jelas identitas dan media tempatnya bekerja. Sedangkan pada media penyiaran, banyak isi siaran yang di satu tempat tidak sesuai dengan kode etik jurnalistik meskipun di tempat lain bisa diterima masyarakat tertentu.

Demikian mengemuka dalam sosialisasi kode etik jurnalistik (KEJ) dan mekanisme hak jawab yang diselenggarakan oleh Dewan Pers, Sabtu (11/12) di Hotel Saphir Yogyakarta. Hadir sebagai pembicara antara lain Wakil Ketua Dewan Pers RH Siregar SH, Direktur Bali TV Drs I Made Nariana dan Pemred KR Drs Octo Lampito. Acara dibuka Ketua Dewan Pers Prof Dr Ichlasul Amal MA.

Menurut RH Siregar, setidaknya ada empat hal mendasar yang sering dikeluhkan oleh masyarakat sebagai dampak kemerdekaan pers, yakni menyangkut standar kompetensi wartawan, standar organisasi wartawan, kode etik jurnalistik dan masalah penguatan peran Dewan Pers. Khususnya soal Dewan Pers, banyak dikeluhkan tentang keberadaannya yang kurang efektif dan tidak memiliki daya paksa.”Oleh karenanya Dewan Pers sering disebut sebagai macan kertas atau macan ompong. Tidak heran apabila dalam berbagai forum dituntut Dewan Pers dibubarkan saja. Lebih-lebih karena keputusan yang dikeluarkan Dewan Pers dalam kasus pengaduan masyarakat atas pemberitaan pers tidak bersifat mengikat. Artinya apabila keputusan Dewan Pers tidak digubris, tak ada upaya paksa yang bisa dilakukan,” jelas RH Siregar.

Pemred KR Octo Lampito mengungkapkan, hak jawab bagi masyarakat yang merasa dirugikan atas pemberitaan pers sebenarnya tidak sulit dilakukan. Masyarakat dapat menyampaikannya dengan langsung bertemu pihak media maupun melalui surat. Namun demikian masih banyak juga masyarakat tidak menggunakan hak jawab tersebut ketika merasa dirugikan oleh sebuah pemberitaan.

”Penyebabnya bisa karena tidak tahu yang kemudian memilih diam dan tidak mau lagi berhubungan dengan media. Bisa jadi tahu tapi sengaja tidak menggunakannya dengan alasan karena merasa pada posisi tawar yang lemah terhadap media, tak ingin konflik berkepanjangan atau khawatir bisa memperpanjang masalah,” kata Octo.

Direktur Bali TV Drs I Made Nariana mengatakan, pelaksanaan KEJ di kalangan media penyiaran belum dilakukan secara optimal. Banyak pelanggaran yang disebabkan beberapa hal antara lain tidak memiliki idealisme sesuai semangat Pancasila dan lebih mengutamakan komersialisme.

”Selain itu banyak isi siaran yang di satu tempat tidak sesuai dengan KEJ sekalipun di tempat lain bisa diterima masyarakat tertentu. Banyak pula karya jurnalistik berbau mistik, merendahkan martabat suku, agama yang lain dan banyak lagi yang sudah meracuni kehidupan masyarakat kita,” paparnya. (M-3)-f.

 

Sumber berita: Harian Kedaulatan Rakyat, 12 November 2006. Sumber foto: Sekretariat Dewan Pers
By Administrator| 15 November 2006 | berita |